Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

31 Agustus 2022

Sang Profesor Sapi

Inspirasi agung dari Temple Grandin tentang penghargaan hidup kepada hewan. Foto: Rosalie Winard

Temple Grandin
Hidup sebagai manusia normal pada umumnya saja sering kesulitan. Apalagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Misalnya kamu memiliki Autisme atau ADD (Attention Deficit Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Jangankan memusatkan perhatian (dalam waktu relatif lama), mau diam aja sulit! Gangguan ini terjadi karena ada gangguan pada saraf otak. Mereka yang sudah memiliki gangguan seperti ini saja masih ditambah seringkali dirundung (bully) dan mendapat perlakuan tidak adil. Misalnya toilet umum yang tidak tersedia bagi mereka yang berkursi roda.


Mary Temple Grandin adalah seorang profesor perempuan di bidang saintis hewan di Universitas Colorado, Amerika Serikat. Temple merupakan anak tertua dari 4 bersaudara. Di usia 2 tahun ia didiagnosa menderita kerusakan otak (yang kemudian tidak terbukti). Usia 3,5 tahun dikatakan memiliki disleksia karena belum juga bisa berbicara. Ketika remaja ia didiagnosa sebagai penyandang autistic savant atau penyandang autisme dengan sindrom savant. Artinya penyandang autis tapi brilian bahkan jenius! Ini nyata loh, kawan!
Temple, yang 29 Agustus lalu genap berusia 75 tahun, sampai saat ini juga menjadi motivator perihal autisme dan saintis. Wah, selamat ulang tahun ya, Eyang Temple... Selain itu ia juga ahli peternakan khususnya sapi (ethical livestock handling). Saya sengaja tebelin kata "ethical". Kenapa mesti etis? Apa bedanya peternakan etis dengan tidak etis? Hubungannya apa antara industri pengolahan daging dengan etika?


Penyandang autisme yang mampu melihat lebih "sempurna"
Tesis S2 Temple yang meneliti tentang lenguhan sapi, mendapat banyak cibiran walaupun sudah mendapat apresiasi tinggi dari majalah "Cattle" dengan menyebut teknologi ciptaannya sebagai mahakarya. Ini contoh kasus nyata seperti yang saya katakan di awal ya. Sudah dapat label mahakarya aja masih dicibir loh! Hanya karena dia unik, punya cara & pendekatan yang aneh, dan seorang perempuan di dunia kerja yang mayoritas laki-laki. Menilai fisik saja tanpa relevansi dengan konteks. Dunia beruntung karena Temple tidak menggubris gunjingan dan cibiran yang dilemparkan kepadanya. Ia memilih keras kepala dan pantang menyerah. Mungkin karakter ini juga yang membantunya bisa terus fokus ya... Singkat cerita, akhirnya Temple berhasil meyakinkan pemilik peternakan untuk membuat desain khusus prosedur pemotongan sapi berdasarkan riset dan rancangannya.
Teknologi ini diciptakan Temple dari keprihatinannya ketika melihat cara memperlakukan sapi potong yang dinilainya tidak menghormati hidup si sapi. Tidak berperikebinatangan gitu. "Mereka bukan benda mati loh... Mereka makhluk hidup yang layak kita hormati. Terlebih lagi kita kan bergantung pada sapi-sapi ini" Begitu mungkin argumen Temple saat itu.


Namun fakta memang menyatakan bahwa sapi-sapi yang stres ketika akan dipotong, menurunkan kualitas daging. Belum lagi inefisiensi dalam proses pemotongan, mulai dari mengarahkan sapi dari kandang hingga ke tempat penjagalan yang mengakibatkan pada besarnya biaya.
desain konstruksi penanganan sapi potong rancangan Prof. Grandin

Menurut Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) berdasarkan data tahun 2021, konsumsi daging sapi dunia rata-rata sebesar 6,4 kg per orang. Indonesia sendiri membutuhkan rata-rata 2,2 - 2,5 kg per orang dikali sekitar 270 juta jiwa. Nah, total berapa ratus ribu ton per tahun tuh? Bayangkan kalau ga ada daging sapi, mau kamu diganti makan daging tikus?! Saya mending ganti daging babi! Oops! Hehehe...


Temple yang unik, memiliki perspektif yang unik juga, kawan. Pengamatannya juga tajam. Bagaimana tidak, ia bisa memahami bahwa seekor sapi yang tau akan dipotong sekalipun bahkan bisa berlaku tenang, percaya, dan pasrah untuk dijagal, jikalau manusia memperlakukan dan menjaga mereka dengan sepantasnya. Aneh tapi nyata tapi ilmiah! Bisa dibuktikan! Kini teknologi ciptaan Grandin digunakan dalam peternakan sapi modern di seluruh dunia.

Video Cattle Handling Facility Design for Meat Plants - Temple Grandin

The Woman Who Thinks Like A Cow
Temple memberikan lebih banyak hal penting kemudian bagi dunia saintis hewan dan terutama bagi para orangtua dengan anak berkebutuhan khusus (mostly autism). Ia memberikan insight dari perspektif seorang penyandang autisme. Buat saya itu ibarat berlian langka. Dunia termasuk kita bisa belajar banyak bagaimana menjadi manusia yang lebih mulia dari seorang Temple, profesor unik dan istimewa yang berpikir seperti seekor sapi. Kalau dia bisa belajar menjadi manusia yang mulia dari seekor sapi, kenapa kita tidak?

Video Temple Grandin: Animals Make Us Human - kolbester

Fokus Pada Kepantasan
Berfokus pada satu tujuan apalagi dalam waktu lama seringkali sulit dilakukan. Ada penyebab dari luar maupun dalam. Kita pasti berharap mendapat dukungan moril ataupun materiil dari kerabat, sahabat, bahkan pejabat. Dukungan doa, like, love, jempol, review dan komen positif pun membahagiakan kita. Kita jadi makin semangat, makin fokus dalam berupaya dan berkarya. Buruk ceritanya jika yang kita dapat justru cemooh atau kritik. Kritik yang katanya membangun sekalipun (membangun cangkemmu). Menjaga fokus & mental saat diusik bisa jadi tidak hanya sulit bahkan membuat kita terpuruk gagal lalu mental down.
Entah mengapa manusia cepat bereaksi pada sesuatu yang berbeda, aneh, asing... Hati & mulut manusia didesain dengan luar biasa dan kompleks. Hatinya bisa tulus memuji namun juga tergoda untuk mencemooh. Dan dari lidah yang sama menjulurkan madu serta bisa. Manusia menjadi makhluk paling agung diantara makhluk ciptaan Tuhan. Tapi bisa melakukan perbuatan paling terkutuk. Semua bergantung pada manusianya. Anugerah Tuhan memang cuma-cuma diberikan, tetapi kepantasan menerimanya harus dibuktikan.


Jika sempat mampirlah ke situs ini untuk mengenal Dr. Temple Grandin lebih dekat.

"I think using animals for food is an ethical thing to do, but we've got to do it right. We've got to give those animals a decent life, and we've got to give them a painless death. We owe the animals respect" —Temple Grandin



Sumber:
Wikipedia https://en.m.wikipedia.org/wiki/Temple_Grandin
Situs Temple Grandin https://templegrandin.com/
Temple Grandin (NHD 2017 documentary entry) - Nessie Hannasus https://youtu.be/pMBjxyuXhtc
Sumber-sumber lain

28 Maret 2022

Mimpi Layar Sentuh Dan Layangan Putus

+Dukung kami di Karyakarsa.com/Jalahati, dengan membeli karya dan berdonasi. Terima kasih.+
+Dukung kami di Karyakarsa.com/Jalahati, dengan membeli karya dan berdonasi. Terima kasih.+

Layangan boleh putus. Angan-angan Jangan.

Bagi yang setuju kalau biaya sekolah di Indonesia itu masih mahal, tunjuk jari! He he he... Jangan bilang, ada uang ada kualitas. Dalam konteks pendidikan, hak warga negara mendapat pendidikan layak dan bermutu, hendaknya tidak diukur hanya dari uang apalagi profit, kan? Omong-omong, sekitar 11-12 tahun lalu, ketika teknologi komputer tablet atau sabak elektronik dengan layar sentuhnya mulai naik daun, meletup ide dari kepala saya. Blussh!
Saya dapat ide ini, awalnya setelah mengetahui ada tablet pembaca elektronik (e-reader) yaitu Amazon Kindle, yang sebenarnya saat itu sudah mengeluarkan tablet generasi ketiga. Di 2010, produsen komputer dan elektronik berlomba-lomba menjual tablet dengan layar multi touch seperti iPad, Galaxy Tab, Asus EEE series, Nexus, dan lainnya.
Lalu, Blussh! "Teknologi ini bisa menjadi alternatif dan bagian solusi dari mahalnya biaya sekolah dan beli buku-buku pelajaran! Wow... Keren banget nih kalau bisa diwujudkan!" Begitu kata pikiran naif saya.

Saya dulunya bermaksud menyampaikan harapan dan gagasan itu lewat blog ini: para pelajar di Indonesia dimodalin tablet yang sudah lengkap berisi pdf buku-buku pelajaran sekolah, Lembar Kerja Siswa, dan material penunjang lain misalnya flashcard untuk membantu menghapal sistem pencernaan manusia, menghapal tabel periodik, ada kamus bahasa, atlas dunia, peta kota, dsb. Cukup bermodal 1 tablet, bisa menjadi e-reader maupun study tool. Syukur-syukur bisa untuk internetan tapi kalau tidak bisa pun, tidak masalah. Siapa tau dengan cara ini ongkos produksi buku-buku pelajaran dan biaya sekolah bisa dipangkas.

Dibandingkan laptop, notebook/netbook, harga tablet masih bisa lebih murah, tergantung merk dan spesifikasinya. Dari segi ukuran dan berat juga lebih unggul, praktis, dan mudah dibawa. Namun demikian, pada saat itu produksi tablet masih terbatas sekali bahkan belum ada produk yang masuk pasar Indonesia. Harganya pun masih terbilang belum terjangkau pasar ekonomi menengah ke bawah. Sepengetahuan saya saat itu, harga tablet yang relatif murah adalah Motorola Xoom. Dibanderol dengan harga 310 euro atau sekitar 4-5 jutaan saat itu. Rilisan terdekat adalah di India tahun 2011. Jadi belum masuk pasar dalam negeri. Saat itu dengan berbagai pertimbangan, konsumen lokal masih lebih memilih beli laptop seharga 5-7 jutaan. Lebih populer, reliabel, perawatan dan tempat perbaikannya lebih banyak. Setelah dipikir-pikir kemudian, sepertinya kok sulit terwujud ya. Agak muluk-muluk nih angan-angan saya. Tablet ekonomis apalagi produk lokal, mungkin baru akan ada 10 tahun lagi. Dan akhirnya... ide tulisan yang sempat melayang naik, saya drop.

Melihat cepatnya laju perkembangan tech & market teknologi tablet sampai saat ini, bahkan tidak sampai 10 tahun seperti perkiraan saya, maka agak menyesal dulu cepat-cepat menarik turun angan-angan saya itu. Padahal kodrat angan-angan kan melayang di atas. He he he... Untung talinya ngga putus. Walaupun saya senang dengan perkembangan ini tetapi harapan saya untuk dunia sekolah di Indonesia belumlah terwujud. Buku-buku sekolah masih wajib dibeli dengan harga mahal dan banyak jumlahnya. Biaya sekolah murah? Rasanya masih jauh walaupun saat ini sudah banyak kebijakan dan terobosan inovatif-adaptif sesuai tuntutan jaman, yang dibuat Kemendikbudristi. Ketersediaan sinyal hingga pelosok daerah dan broadband besar juga merupakan pekerjaan rumah yang harus dikejar. Layangan putus aja dikejar, masa pendidikan berkualitas ngga dikejar... he he he...

Omong-omong lagi, saya mau bagi satu cerita pendek. Suatu hari, di pinggir jalan, saya melihat seorang wanita muda sedang mencengkeram lengan baju seorang laki-laki dengan ponsel di tangannya. Wajah si wanita terlihat begitu emosi. Sedangkan wajah si lelaki mirip wajah Aris saat ketahuan selingkuh dengan Lydia di sinetron Layangan Putus. Kepo punya kepo, ternyata si wanita muda tadi marah sama pacarnya, sebab sang pacar lebih senang memegang ponsel dan mengelus layarnya dibanding memegang dan mengelus tangan si wanita. Tidak diketahui apa yang kemudian terjadi dengan si laki-laki. Fin. Hehehe...

>>>pembaca yang budimantul, bantu kemajuan kami dengan membaca, membeli karya, dan berdonasi sekedarnya lewat Karyakarsa.com/Jalahati, supaya kami bisa terus berkarya. Mauliate<<<




17 September 2015

Bahan Bakar Ribut (BBR)


Sudah bukan rahasia umum kalau (kebanyakan) sinetron Indonesia itu stereotype; asal rame dan ga mendidik. Untungnya saya punya alternatif lain yang lebih mendidik, yaitu: ga nonton sinetron Indonesia! He he he… tapi saya ga berniat cerita soal sinetron Indonesia yang walaupun ganteng tapi serigala.

Saya mau cerita satu film dokumenter buatan National Geographic yang pas saya tonton, sedang membahas tentang energi terbarukan. Energi terbarukan ini maksudnya energi alternatif yang bukan berasal atau bukan dihasilkan menggunakan minyak bumi ataupun batu bara (bahan bakar fosil). Seperti kita tahu -atau kalau ada yang belum tahu, pura-pura tahulah- persediaan minyak bumi di seluruh dunia sudah menipis. Ada yang bilang tinggal 30 Tahun, 50 tahun lagi, atau sedikit lebih lama dari itu. Itupun masih tergantung dari pemakaian BBM saat ini. Berhemat atau justru makin boros. Mumpung masih disubsidi toh? Begitu pikir kita…

Energi ramah lingkungan yang memadai saat ini memang listrik. Tapi pembangkitnya kebanyakan masih menggunakan BBM. Nah, tahukah kamu kalau ternyata sudah ada pembangkit listrik yang sumbernya dari ribut-ribut atau rame-rame? Baca kelanjutannya di Karyakarsa.com/jalahati. Tinggal klik linknya...

Eitts... jangan ketinggalan baca juga artikel menarik lainnya. Tinggal klik gambar di bawah.


29 Juli 2015

" K L I K "

Kata "klik" sungguh populer dan ajaib. Ada di kamus nggak ya? Rangkaian huruf yang membentuk satu kata untuk menjelaskan suatu bunyi. Asalnya dari bunyi jari tekan tuts keyboard komputer atau jari tekan tombol.


Emang bener bunyinya "klik?"

Tapi memang kini bukan soal bunyi lagi. Klik sudah jadi kata, istilah, bahkan idiom dengan arti sangat luas. Sering Anda disuruh "klik di sini" untuk mengakses link (jaringan internet) pada kebutuhan mengakses. Jika anda menggunakan keyboard non layar sentuh (keyboard konvensional) bunyinya : "tek, tek, tek, tek....." tapi tetap istilahnya "klik" sama halnya gunakan layar sentuh malah bisa variatif bunyi sentuhan jari atau di-silent tetap saja istilahnya "klik." Bahkan dahsyatnya Anda bisa klik dengan lambaian tangan, perintah suara atau gerakan mata pada layar untuk klik saat akses internet. Bukan main!

Untuk meluncurkan peluru kendali berisi bom nuklir bisa dilakukan dengan "klik". Dengan klik "kiamat" bisa diundang. Luar biasa dan bisa luar binasa.

Orang indonesia bilang "dor!" menyebut bunyi tembakan. Orang inggris bilang "bang!" Kita banting pintu "gubraak!" atau "jeger!" Orang ingris bilang "slam!"... gelegar ledakan tetep kata inggrisnya "bang!" Lucu sih enggak, aneh aja.

Hebat memang pengaruh internet dalam kehidupan. Dalam tanda kutip internet bahkan dibenarkan dan dimaklumi ketika "merusak" tata bahasa. Misalnya kata perintah untuk mengakses harus menggunakan huruf kecil ya nggak bisa ditawar: meski nulis huruf pertama nama orang menurut tata bahasa mesti gunakan huruf besar (kapital).

Di media-media sosial tata bahasa berkompromi dengan tuntutan teknologi internet. Khususnya hal-hal yang nggak resmi, coba Anda amati cara penulisan di medsos. Dah jauh berkembang dinamis keluar dari (bahkan melanggar) aturan baku tata bahasa.

Nah, jadi istilah atau kata sering melesat jauh dari makna awal. Klik sebagai idiom sering digunakan untuk menggambarkan kekompakan. Secara prokem "sudah klik" artinya sudah kompak: sejiwa. Klik juga berarti soulmate. Klik artinya paham dan ngerti. Beda lho makna paham dan ngerti.
Tambah aneh tapi nyata kalau di depan kata "klik" ada awalan "nge" jadi "ngeklik" artinya makna idiomnya tambah kental. Nge-klik jadi kata kerja sekaligus kata sifat. Kita ngeklik berarti kita sudah beraksi atau juga menyatu. Kompak. Sharing banyak hal.

Pertanyaannya adalah: kapan kita klik? Kapankah kita "nge-klik?"

28 Juli 2015

TRAUMA IMAN

Ini judul yg aneh buat saya. Tapi keinginan kuat menulis dengan judul ini. Begitu banyak manusia yang diagungkan atau dipuja jadi panutan melakukan hal nista. Itu mengecewakan. Melukai perasaan orang-orang yg semula  mengagumi keteladanan figur tertentu.

Khalayak perlu suri teladanan tokoh, sembari menyadari tak ada manusia yang sempurna. Ironisnya, manusia dianggap makhluk ciptaan paling sempurna. Kalau jatuh kena noda berkilah namanya juga manusia.... tak ada yang sempurna.

Kenapa trauma iman? Maksudnya?

Ini soal tokoh agama, baik yang jadi pemimpin atau figur terhormat yg mengilhami dan menyemangati orang banyak menjaga tingkah laku baik. Betapa penting menghargai mereka yang punya moralitas baik. Tapi, jangan tergantung "kebaikan manusia" karena sewaktu-waktu mereka (atau siapapun)  bisa jatuh

Ada bekas orang baik

Ada bekas orang jahat

Orang-orang yang jadi tokoh agama  dituntut lebih dari "orang biasa" karna dia dianggap panutan dan barometer moral tingkah laku. Sekali mereka berbuat nista walau dengan alasan khilaf, bisa membuat orang banyak terguncang imannya atau bisa saja mengundang kesesatan. Contoh kasus sengaja saya tidak paparkan. Terlalu banyak soalnya....

Cukuplah dengan pertanyaan jika sang penjaga moral atau tokoh agama korupsi kira-kira gimana? Atau tokoh yg berpengaruh, diidolakan menggunakan kuasa kegelapan?

Saya dengan pemahaman terbatas menyebut orang-orang yang kecewa alami trauma iman. Jika saya dan anda sepakat menjadi "kita" maka perlulah kita hormati keutamaan dan kebaikan orang-orang baik. Tapi iman kita tak boleh tergantung moralitas tokoh atau figur tertentu.

Penting menyadari artinya perlu tapi tidak tergantung. Nggak perlu jumawa sembari yakin imanpun sebaiknya mandiri. Dipengaruhi itu wajar. Tapi ketergantungan umumnya riskan.

Anda bebas memilih. Kalau sempat kena trauma iman jangan kecil hati. Iman yg ideal itu melalui proses pertumbuhan. Jangan menunggu kejadian yang heboh-heboh, apalagi peristiwa dahsyat baru merasa dapat pencerahan. Ketelatenan menjalani pergumulan hidup pada hal-hal biasa sehari-hari akan mengurangi resiko trauma iman.

Tulisan ini tak ada leluconnya.... karena memang iman bukan lelucon. Semoga ini tidak dianggap khotbah. Kalaupun dianggap iya, ini khotbah yang nggak lucu. Sungguh nggak lucu.

25 Juli 2015

DILEMA AVES

 (Berimajinasilah seliar-liarnya)


Anda masih ingat wabah flu burung yang pernah terjadi? (Avian Influenza, 2003-2006). Waktu itu jutaan burung dibasmi. Spesies yg indah ini tiba2 jadi hantu siang dan  malam. Banyak jenis burung atau keluarga aves dinyatakan pontensial menularkan flu yg mematikan manusia.

Andaikan semua burung harus dimusnahkan apa jadinya? Ekosistem terganggu yang berarti sama dengan bencana. Sementara wabah flu burung  juga bencana mendunia. Jadi waktu itu ada upaya mengatasi bencana dengan bencana.

Manusia banyak yg hobi memelihara makhluk hidup, apapun jenis piaraannya. Burung dicintai atau dimanfaatkan buat lomba berkicau, dengan sendirinya terjadi juga bursa dagang burung.

Di mata penyair burung jadi media pesan sastra. Burung juga lambang banyak hal. Menghiasi dan berperan dalam legenda agama2. Mengilhami manusia untuk membuat pesawat terbang.

Menurut ilmu kira2 dan sesuai ungkapan para penyair burung-burung lebih suka hidup di alam bebas, daripada dikurung dalam sangkar, sekalipun sangkar  terbuat dari emas.

Tapi kini hidup burung-burung dilematis: terpaksa mau dipiara hidup terkekang. Di luar sangkar para pemburu siap menangkap dg berbagai cara atau ditembaki oleh orang-orang yg hobi memanjakan sifat biadab. Atau secara masiv (besar-besaran) eksistensi burung di bawah ancaman pemusnahan masal seperti ketika terjadi wabah flu burung.

Saya punya teman yg secara umum nampak religius: rajin ibadah (agamanya nggak usah saya sebut). Dia punya hobi piara burung dan (secara pribadi) saya mengenalnya sebagai kolektor film porno juga. Dia pernah bilang suatu pesan yg jenaka tapi maknanya sangat dalam:  "para pria sebaiknya mencintai burung-burung seperti dia mencintai 'burungnya' sendiri. Merawat dan menjaga baik-baik supaya burungnya tidak jadi semacam barang bodoh yang tunduk di bawah komando otak purba."


19 Mei 2012

Membidik Sekolah Bermutu


Kalau biaya untuk bersekolah di sekolah bermutu saja tidak terjangkau, bagaimana mungkin pendidikan bermutu bisa tercapai?

05 Agustus 2010

Sekolah atau Pendidikan?

Pendidikan yang baik itu yang gimana? Secara awam, menurut saya pendidikan yang baik adalah sebuah proses pengajaran dimana metode yang dijalankan membuat orang bodoh jadi pintar, dan yang pintar tambah kepandaiannya. Memang naïf sih… tapi itulah pondasinya, itulah dasarnya Pendidikan itu mutlak perlu, yang tidak mutlak adalah bentuknya. Boleh formal, informal atau nonformal…

Mari kita bahas yang formal dulu yaitu sekolah. Mulai dari SD (yang kabarnya gratis itu) gimana situasinya. Pemerintah menempuh kebijakan mulia SD gratis dalam arti SPP, beberapa subsidi juga diberikan. Sisanya tugas orang tua: biaya transport, buku-buku (yang ini juga sumber keanehan, katanya dikasih/dipinjemi, tapi koq masih beli juga), iuran ini dan itu, ada-ada saja alasan terjadinya pungutan resmi atau liar… trus orang tua juga perlu ngasih uang saku buat jajan anak-anak mereka. Kenapa murid perlu dikasih uang jajan? Ya iyalah… bapak-bapak aja suka jajan, masak anak-anak nggak boleh jajan?
Artinya pendidikan itu mahal bro…. Di Indonesia, pendidikan adalah pengeluaran termahal setelah kesehatan. Itu SD, TK aja dah jor-joran.

Apakah itu salah? Nggak tau deh…. Kayaknya bukan begini sebaiknya. Selain mahal, sekolah-sekolah itu kebanyakan melupakan pondasi atau dasar pendidikan seperti alinea pertama di atas. Anak-anak dikumpulkan untuk bersaing di “penjara” yang disebut sekolah…si bodoh akan repot mengimbangi si pandai, mereka terkondisi untuk semakin terpuruk karena sistim yang salah, samasekali ini bukan salah mereka, tapi sistim.
Sementara itu yang pandai jumlahnya relatif lebih sedikit daripada yang bodoh. Para murid pandai termasuk kategori beruntung, dipuja dan dibanggakan oleh mereka yang menganggap sekolah sebagai mahadewa, sumber gengsi dan kesombongan. Mereka yang bodoh tidak 100 % pantas disebut bodoh, lebih tepatnya “tidak bisa,” Banyak faktor yang membuat orang tidak bisa.

Lagian, kenapa sih pelajaran kelas 4 sudah dijejalkan pada siswa kelas satu?! Kenapa murid kelas 4 SD harus melahap mata pelajaran yang (dulu) diperuntukkan anak SMP?!
Kenapa mata pelajaran begitu banyak meski baru kelas satu? Kenapa orang tua harus “ikut” sekolah? Banyak orang tua sewot ngajarin anaknya dan heran koq sekarang jadi sulit? Memang, tanggung jawab pendidikan bukan hanya milik pemerintah, lembaga dan guru, tapi juga peranan orang tua…..tapi haruskah serepot ini?

Sadarkah bahwa sekolah telah jadi “penjara?” (tanda kutip ini perlu sebagai renungan bukan sumber perdebatan) Penjara di sini bisa pencitraan (image), alangkah hinanya tidak sekolah. Sekolah penting, tapi yang utama adalah pendidikan dengan cara mengajar yang ideal. Yang ideal itu yang gimana? Lho itu tugas orang-orang pintar untuk merumuskannya, bukan tugas saya yang awam. Percuma dong saya menggaji banyak orang pintar melalui pajak yang saya bayar.

Jangan sampai anak-anak dirampas hak asasi-nya yaitu, bermain…karena tugas yang terlalu banyak dan terlalu dini diterapkan. Kalau itu terjadi, maka, sekolah itu identik dengan penjara….. 


Andreas & Petrus

01 Agustus 2009

PENDIDIKAN INDONESIA

karikatur,charicature,pendidikan,sekolah gratis,sekolah komersil,jargon,biaya pendidikan
Tahun Ajaran Baru sudah 1-2 minggu berjalan. Pengumuman Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri pun sudah keluar. (silakan akses di sini)
Bicara masalah pendidikan di Indonesia hingga saat ini, sangatlah banyak dan kompleks. Masalah terbanyak mungkin seputar mahalnya biaya pendidikan. Belum bicara kualitas. Biaya pendidikan masih dinilai relatif mahal oleh kebanyakan kalangan khususnya bagi masyarakat berekonomi menengah ke bawah. Dari soal uang gedung, uang pangkal, uang SPP, uang seragam, beli buku-buku pelajaran plus LKS (Lembar Kerja Siswa), sumbangan wajib ini, sumbangan wajib itu, sumbangan sukarela penuh, sumbangan sukarela setengah hati, dll. Semua bicara uang dan pakai uang. Apakah ada yang gratis? Tentu ada. Pemerintah sudah cukup lama bicara tentang sekolah gratis. Baru bicara, karena kenyataan di lapangan ternyata tidak ada sekolah yang benar-benar gratis. Bebas uang gedung, lainnya bayar. Bebas uang pangkal, lainnya bayar. Bebas biaya ini, biaya itunya...bayar!
Ironisnya, Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan, membenarkan hal itu. Bahwasanya biaya yang dibebaskan oleh sekolah adalah biaya-biaya yang telah ditanggung Pemerintah melalui Program BOS. Voila! Jadilah sekolah gratis...tis! Persepsi kebanyakan masyarakat tentu berbeda. Terbukti dengan banyaknya orang tua yang kecewa dan merasa tertipu oleh iklan SEKOLAH GRATIS. Buat mereka dan saya, sekolah gratis adalah benar-benar gratis tanpa embel-embel. Tul ga?
Coba lihat artikel ini dan ini deh...
Gimana menurutmu? prihatin ya?
Nah, kalau ini memang benar-benar gratis yaitu Sekolah Gratis yang diadakan oleh ISCO. Apa itu ISCO, seperti apa dan untuk siapa program Sekolah Gratis tersebut silakan lihat di sini dan di sini.

Ahh... keprihatinan kita atas dunia pendidikan bisa terus bertambah. Belum terlupakan berita-berita tentang sekolah atau ruang kelas yang rubuh dimakan usia. Beberapa waktu lalu ada berita penarikan perabot sekolah oleh perusahaan pembuatnya karena belum lunas dibayar pihak sekolah sehingga murid-murid yang sudah datang menjadi telantar. Belum lagi kasus ruislag SMAN 4 Pematang Siantar yang diubahfungsikan oleh pemerintah setempat yang masih hangat. Bisa panjang deh...

Anda berharap saja pada pemerintahan baru yang akan dibentuk nanti supaya fokus & porsi anggaran pada pendidikan ditambahkan. Atau setidaknya Presiden bisa memilih Mendiknas yang jauh lebih OK.

Lain kali saya mau posting berita-berita sukacita dari dunia pendidikan Indonesia, ah... biar ga prihatin melulu.

(dari berbagai sumber/ptoe!)