Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan

11 April 2022

Teknologi Ngeri-Ngeri Sedap (2): Printer 3D

Trend, Revolution, or Disaster?

Ketika teknologi nuklir ditemukan lalu bom atom dijatuhkan, kengerian hebat langsung menyergap mata dan benak. Trauma yang tidak hanya menderitakan Jepang tapi juga seluruh dunia. Banyak orang masih ngeri dan khawatir ketika mendengar kata "nuklir", seakan-akan nuklir itu hanya berkaitan dengan bom atom dan bencana.
Teknologi ini memang banyak diaplikasikan ke militer dan persenjataan. Kapal selam nuklir, rudal nuklir, dsb. Tapi bidang lain pun sudah banyak yang menggunakan teknologi ini dan memberi manfaat luar biasa kepada masyarakat. Dalam bidang kedokteran dan medis, infrastuktur pasokan listrik seperti PLTN, dsb. Ini memang bukan teknologi mudah dan pemanfaatannya harus bijaksana.
Walaupun begitu, bayangan bencana atau dampak langsung-tidak langsung dari menggunakan nuklir selalu melekat. Mungkin juga akibat perkenalan awal manusia dengan nuklir yang traumatis dulu. Baru kenal, langsung bikin ilfil. Ibarat Upin Ipin ketemu Thanos.
Ada yang bilang, setiap teknologi dan ilmu pengetahuan yang kita kuasai, selalu menciptakan 2 sisi koin: baik dan buruk. Salah satu teknologi yang menakutkan, walaupun tidak memiliki daya hancur sedahsyat nuklir dan tanpa perkenalan traumatis, buat saya adalah Printer 3D. Ini merupakan bagian kedua dari seri Teknologi Ngeri-Ngeri Sedap. Kali ini saya akan memaparkan sebab, mengapa printer 3D itu berpotensi mengerikan!

Mengapa mengerikan dan apa dampaknya buat kehidupan kita? Yuk kepoin dalam konten eksklusif Jalahati di Karyakarsa.

>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, atau kasih tip di Karyakarsa.com/Jalahati<<<
>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, atau kasih tip di Karyakarsa.com/Jalahati<<<
>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, atau kasih tip di Karyakarsa.com/Jalahati<<<

04 April 2022

Teknologi Ngeri-Ngeri Sedap (1): Deepfake



Teman Cerdas
Ada saat di mana manusia merasa ngeri dengan teknologi yang ditemukan atau diciptakannya. Sejarah mencatat begitu dahsyatnya bencana yang diakibatkan oleh nuklir, baik dari bom atom ataupun kebocoran reaktor nuklir. Kengeriannya masih dirasakan sampai sekarang. Ada juga saat dimana manusia bersukacita dan antusias dengan teknologi robotik. Bahkan saat ini banyak anak-anak yang sudah belajar membuat robot di sekolah. Walaupun ada fantasi dan imajinasi akan adanya pemberontakan robot-robot pintar seperti didongengkan film, antusiasme akan teknologi robotik tidak berkurang.
Berkaitan dengan robot pintar ini, ada suatu teknologi lagi yang terkait dengannya yaitu teknologi AI/Artificial Intelligence (intelejensi/kecerdasan buatan). Inilah yang membuat robot biasa jadi pintar dan "hidup". Tidak usah jauh-jauh membayangkan robot pintar seperti robot Transformers atau Baymax. Laptop atau ponsel pintar (smartphone) pun sudah dibekali teknologi AI ini. Ada Siri di Iphone dan Google Assistant di gawai android. Anda tinggal memberi perintah seperti: Putarkan lagu! Bacakan artikel! Bacakan chat, dll. AI di ponsel anda memang dimaksudkan untuk membantu kerja dan hidup anda. Rugi kalau anda gaptek.
..........
Deepfake juga bisa membuka peluang adanya metode pembelajaran baru dan memberi manfaat besar bagi dunia pendidikan... Atau peluang baru di dunia esek-esek. Saya tidak kaget jika nanti marak yang membuat live video pamer bagian tubuh tapi mengganti wajahnya dengan wajah artis tertentu supaya dapat cuan lebih banyak. Ini yang namanya teknologi ngeri-ngeri sedap!

Yuk, baca kelanjutannya dan kepoin teknologi AI dan Deepfake dalam konten eksklusif Jalahati di Karyakarsa-Jalahati I Deep Fake, lur.

share, like, comment
Dukungan anda, semangat kami. Mamakasih.

>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, atau kasih tip di Karyakarsa.com/Jalahati<<<
>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, atau kasih tip di Karyakarsa.com/Jalahati<<<
>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, atau kasih tip di Karyakarsa.com/Jalahati<<<

28 Maret 2022

Mimpi Layar Sentuh Dan Layangan Putus

+Dukung kami di Karyakarsa.com/Jalahati, dengan membeli karya dan berdonasi. Terima kasih.+
+Dukung kami di Karyakarsa.com/Jalahati, dengan membeli karya dan berdonasi. Terima kasih.+

Layangan boleh putus. Angan-angan Jangan.

Bagi yang setuju kalau biaya sekolah di Indonesia itu masih mahal, tunjuk jari! He he he... Jangan bilang, ada uang ada kualitas. Dalam konteks pendidikan, hak warga negara mendapat pendidikan layak dan bermutu, hendaknya tidak diukur hanya dari uang apalagi profit, kan? Omong-omong, sekitar 11-12 tahun lalu, ketika teknologi komputer tablet atau sabak elektronik dengan layar sentuhnya mulai naik daun, meletup ide dari kepala saya. Blussh!
Saya dapat ide ini, awalnya setelah mengetahui ada tablet pembaca elektronik (e-reader) yaitu Amazon Kindle, yang sebenarnya saat itu sudah mengeluarkan tablet generasi ketiga. Di 2010, produsen komputer dan elektronik berlomba-lomba menjual tablet dengan layar multi touch seperti iPad, Galaxy Tab, Asus EEE series, Nexus, dan lainnya.
Lalu, Blussh! "Teknologi ini bisa menjadi alternatif dan bagian solusi dari mahalnya biaya sekolah dan beli buku-buku pelajaran! Wow... Keren banget nih kalau bisa diwujudkan!" Begitu kata pikiran naif saya.

Saya dulunya bermaksud menyampaikan harapan dan gagasan itu lewat blog ini: para pelajar di Indonesia dimodalin tablet yang sudah lengkap berisi pdf buku-buku pelajaran sekolah, Lembar Kerja Siswa, dan material penunjang lain misalnya flashcard untuk membantu menghapal sistem pencernaan manusia, menghapal tabel periodik, ada kamus bahasa, atlas dunia, peta kota, dsb. Cukup bermodal 1 tablet, bisa menjadi e-reader maupun study tool. Syukur-syukur bisa untuk internetan tapi kalau tidak bisa pun, tidak masalah. Siapa tau dengan cara ini ongkos produksi buku-buku pelajaran dan biaya sekolah bisa dipangkas.

Dibandingkan laptop, notebook/netbook, harga tablet masih bisa lebih murah, tergantung merk dan spesifikasinya. Dari segi ukuran dan berat juga lebih unggul, praktis, dan mudah dibawa. Namun demikian, pada saat itu produksi tablet masih terbatas sekali bahkan belum ada produk yang masuk pasar Indonesia. Harganya pun masih terbilang belum terjangkau pasar ekonomi menengah ke bawah. Sepengetahuan saya saat itu, harga tablet yang relatif murah adalah Motorola Xoom. Dibanderol dengan harga 310 euro atau sekitar 4-5 jutaan saat itu. Rilisan terdekat adalah di India tahun 2011. Jadi belum masuk pasar dalam negeri. Saat itu dengan berbagai pertimbangan, konsumen lokal masih lebih memilih beli laptop seharga 5-7 jutaan. Lebih populer, reliabel, perawatan dan tempat perbaikannya lebih banyak. Setelah dipikir-pikir kemudian, sepertinya kok sulit terwujud ya. Agak muluk-muluk nih angan-angan saya. Tablet ekonomis apalagi produk lokal, mungkin baru akan ada 10 tahun lagi. Dan akhirnya... ide tulisan yang sempat melayang naik, saya drop.

Melihat cepatnya laju perkembangan tech & market teknologi tablet sampai saat ini, bahkan tidak sampai 10 tahun seperti perkiraan saya, maka agak menyesal dulu cepat-cepat menarik turun angan-angan saya itu. Padahal kodrat angan-angan kan melayang di atas. He he he... Untung talinya ngga putus. Walaupun saya senang dengan perkembangan ini tetapi harapan saya untuk dunia sekolah di Indonesia belumlah terwujud. Buku-buku sekolah masih wajib dibeli dengan harga mahal dan banyak jumlahnya. Biaya sekolah murah? Rasanya masih jauh walaupun saat ini sudah banyak kebijakan dan terobosan inovatif-adaptif sesuai tuntutan jaman, yang dibuat Kemendikbudristi. Ketersediaan sinyal hingga pelosok daerah dan broadband besar juga merupakan pekerjaan rumah yang harus dikejar. Layangan putus aja dikejar, masa pendidikan berkualitas ngga dikejar... he he he...

Omong-omong lagi, saya mau bagi satu cerita pendek. Suatu hari, di pinggir jalan, saya melihat seorang wanita muda sedang mencengkeram lengan baju seorang laki-laki dengan ponsel di tangannya. Wajah si wanita terlihat begitu emosi. Sedangkan wajah si lelaki mirip wajah Aris saat ketahuan selingkuh dengan Lydia di sinetron Layangan Putus. Kepo punya kepo, ternyata si wanita muda tadi marah sama pacarnya, sebab sang pacar lebih senang memegang ponsel dan mengelus layarnya dibanding memegang dan mengelus tangan si wanita. Tidak diketahui apa yang kemudian terjadi dengan si laki-laki. Fin. Hehehe...

>>>pembaca yang budimantul, bantu kemajuan kami dengan membaca, membeli karya, dan berdonasi sekedarnya lewat Karyakarsa.com/Jalahati, supaya kami bisa terus berkarya. Mauliate<<<




10 September 2015

Ramai-Ramai Gagap Online

Masih inget ya, lagunya Saykoji, “…online, online…”, yang pernah ngetop beberapa tahun lalu. Fenomena “serba online” di Indonesia saat ini memang makin terasa marak. Perkembangannya cepat sekali dan luas. Dari semua sektor, mungkin yang paling berpengaruh adalah sektor perdagangan dan jasa. Iklan online dengan berbagai bentuknya kini bisa disampaikan dengan sangat cepat, sangat luas, sangat murah. Selama ada jaringan internet di suatu daerah, maka orang bisa mendapati berbagai tawaran online; TV online, belanja online, jualan online, kuliah online, transaksi perbankan online, ngrumpi online, kenalan dan temanan online, bioskop online, game online, judi online, prostitusi online, dakwah online, khotbah online, petisi online, taxi online, ojek online, dst...

Kecepatan pertumbuhan pengguna internet ini juga ga terlepas dari perkembangan teknologi gadget. Banyaknya gadget murah meriah juga mendorong jumlah pengguna internet. Akses internet semakin gampang sehingga anak balita pun mengerti dan mampu menggunakan internet. Tau-tau kuota internet habis buat main game online atau nonton Youtube. He he he…

Sejalan dengan itu, berbagai aplikasi gadget berbayar dan gratis dengan berbagai inovasi teknologi yang menyertainya pun menjamur. Saking luas dan cepatnya, kitapun ga jarang tergagap-gagap, tergopoh-gopoh mengikutinya. Sebut aja fenomena ojek online. Ojeknya sendiri sudah lama ada. Tapi ketika ini menjadi meluas, ramai (dan terorganisasi atau tersistem) baik pengojek maupun pengguna jasa ojeknya, mereka (pengojek konvensional dan pemerintah), terperangah dan cukup gelagapan dalam merespon. Seakan diserang musuh secara tiba-tiba. Responnya, tentu saja beragam. Ada yang menganalisa dan beradaptasi, ada yang gelagapan panik, lari, menyerang balik, ataupun gagap pasrah menghadapi perubahan besar dan tiba-tiba seperti ini.

Ojek online atau Uber Taxi hanya merupakan 1-2 contoh. Sebelumnya kita terkaget-tergagap akan terungkapnya judi online, prostitusi online, ganja online, kampus online yang berujung ijazah palsu, ujian online, “dakwah” ISIS online, dst… Banyak yang tidak siap dengan dampak terbuka luasnya media online. Banyak juga yang sudah bersiaga dan siap memanfaatkannya, termasuk menyalahgunakannya. Siap ga siap, toh, arus ini tidak akan berhenti bahkan bisa saja bertambah deras.

Hal lain yang masih dan sedang tren adalah ngrumpi online (chatting), medsos semacam Facebook masih jadi primadona, toko jual beli online menjadi pilihan cuci mata (dan belanja) di sela-sela jam kerja kantor atau pas istirahat siang, dan tentunya games online (gamon). Ketika tempat penyewaan PS (Play station) mulai sepi penggemar, gamon justru sebaliknya. Gamon memang mengasyikkan dan bisa membuat lupa waktu. Lupa kerja, lupa belajar, lupa makan, dsb. Banyak tempat penyewaan gamon tetap ramai di jam sekolah. Ketika masuk ke dalam, isinya anak-anak sekolah. Sisi buruk lainnnya, ya bisa membuat kita kecanduan. Dalam beberapa kasus ekstrem, membuat penggunanya kehilangan orientasi antara fantasi dan realitas. Semoga kasus ekstrem ini tidak terjadi di Indonesia (khususnya). Kalau sampai terjadi, akan membuat banyak orang (termasuk orang tua anak penikmat gamon) terperangah, gelagapan, dan tergagap merespon lagi. Banyak orang akan menyalahkan ini-itu, menganalisa hal yang sudah telanjur terjadi, ataupun ramai-ramai mengambil langkah antisipasi yang sudah terlambat.

19 Juni 2012

NEGERI MALING


Korupsi di Indonesia bukan lagi sekedar tindak pidana,  tapi budaya!
Lebih dari sekedar kejahatan. Korupsi di Indonesia adalah budaya, habit dari tingkat bawah sampai paling atas.

Seharusnya, atau sebaiknya? Status tindak pidana korupsi dinaikkan menjadi tindakan subversif. Membahayakan negara. Perampokan berencana dan besar-besaran  terhadap bangsa dan negara. Mereka yang korup pasti nggak setuju dengan usul ini, setingkat ketidaksadaran mereka betapa parah kerusakan negeri Indonesia.

Negeri paling agamis plus pancasilais, negeri maling!  Saya pasti tergoda juga jadi maling, makanya perlu sistim hukum dan penegakan secara ketat, supaya saya tak jadi pengkhianat berikutnya.

Tak ada gunanya memperlunak kenyataan. Ini serius!  Terlalu banya aspek bangsa Indonesia telah lama rusak.

Ini bukan pesisimis dan juga bukan apriori, ini kekagetan yang seharusnya membangkitkan kesadaran banyak orang dan mengambil tindakan segera.


(Andreas Petrus)

25 Mei 2012

Komitmen

Apakah anda pernah menonton acara-acara TV seperti Kick Andy!, Oprah Winfrey, Extreme Places To Go Green, dan sejenisnya? Kalau ya, pasti anda pernah melihat ataupun menjumpai dalam hidup anda, orang-orang berkomitmen tinggi. Mereka yang tidak hanya mempunyai mimpi besar, tapi sekaligus berkomitmen dalam menjaga bahkan mewujudkan mimpi itu.

Seorang Anilawati Nurwakhidin rela 'menyusahkan' dirinya demi memegang komitmen untuk menjaga lingkungan hidup dengan mengurangi sampah plastik. Beberapa contoh tindakan 'konyol' yang ia lakukan adalah membeli minuman tanpa sedotan plastik, membawa tas belanja pribadi dari rumah, dan membawa bekal minuman alih-alih beli minuman (dan membuang) gelas atau botol plastik (pantangan ini berlaku bahkan saat ia sedang menghadiri pesta hajatan!)

Komitmen kuat menjaga lingkungan hidup juga dimiliki oleh seorang anak bernama Severn Cullis-Suzuki. Saat ia berusia 9 tahun, ia bersama beberapa temannya mendirikan Enviromental Children's Organization (ECO), sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak-anak lain mengenai masalah lingkungan. Pada usia 12 tahun, pidatonya membungkam para pemimpin dunia, di tengah Konferensi Lingkungan Hidup PBB (Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992. 

Lain halnya dengan Anies Baswedan. Komitmennya pada dunia pendidikan Indonesia ia wujud-tularkan kepada para pemuda-pemudi Indonesia lewat program Gerakan Indonesia Mengajar. Melalui program tersebut, ia menantang orang muda negeri ini untuk terjun mengajar para tunas bangsa di pelosok-pelosok tanah air. Mereka yang terpilih adalah yang berkomitmen kuat untuk terjun, bergelut dengan resiko ketidakpastian, ketidakmapanan, ketidakamanan, demi menjaga semangat dan mimpi anak-anak negeri ini. Demi memenuhi hak pendidikan anak-anak di seluruh pelosok tanah air. Tanpa pamrih.

Komitmen jujur dan tulus bukan berarti tanpa halangan. Apalagi di jaman sekarang, jaman di mana tanpa sungkan, manusia menuntut manusia lain untuk menyimpang dari kejujuran dan ketulusan, seperti dialami bocah Muhammad Abrari Pulungan ataupun Nur Hidayatusholihah yang akrab disapa Nunung, seorang siswa SMU Muhammadiyah 1 Kalirejo, Lampung Tengah, yang menolak menggunakan kunci jawaban yang diberikan gurunya 1 hari sebelum Ujian Nasional. Nunung bersikeras tetap jujur meski konsekwensinya, ia harus berkali-kali gagal lulus Ujian Nasional. Sedangkan konsekwensi dari komitmen jujur bocah Abrar adalah dikeluarkan dari sekolah serta dijauhi oleh para guru dan teman-temannya.

Komitmen sebagaimana halnya agama, adalah sakral. Semakin tinggi nilai atau tanggung jawab dari komitmen itu, semakin sakral ia. Menjaga komitmen berarti menjaga keyakinan kita. Menjaga janji kita. Bagaimana kita menjaga keyakinan dan janji itu sekuat tenaga, sepenuh hati, segenap jiwa raga. Itulah yang membuatnya sakral. Dan jika kita meninggikan komitmen, ia juga akan meninggikan kita.

Kesakralan komitmen serta kesungguhan dan keikhlasan dalam menjaganya, akan membantu kita menuju kesejatian sebagai manusia yang diciptakan secitra dengan Dia. Karena Dia, pencipta kita, tidak pernah melanggar komitmennya sendiri.


Andreas & Petrus

04 Mei 2012

Rame-Rame

Aksi Rame-rame sedang menjadi fenomena. Pelakunya bukan hanya manusia tapi juga binatang. Manusia dan binatang seakan bersaing. Bukan main. Bukan main ramenya. Bukan main pula akibat dari aksi rame-rame itu. Macam-macam akibat yang ditimbulkan kedua jenis makhluk ciptaan Tuhan ini, mulai dari geli, jijik, takut, panik, gatal, perih, gondok, gerah, bahkan sampai kehilangan nyawa... Bukan main!

Memang bukan hal-hal yang menyenangkan. Beberapa menyedihkan bahkan jauh dari menyejukkan. Tanya saja kepada mereka yang panik saat rombongan ulat bulu 'bersilaturahmi' ke rumah mereka. Atau kepada mereka yang kulitnya serasa terbakar setelah 'dicium' serangga Tomcat. Atau kepada orang tua yang masih berduka sekaligus kebingungan setelah anaknya tewas karena rame-rame dipukuli oleh geng motor pita kuning. Kitapun prihatin ketika dihadapkan pada ironi pendidikan kita yang 'mengijinkan' nyontek rame-rame saat Ujian Nasional (UN), dan gerah melihat kelakuan para anggota DPR yang hobi study banding ke luar negeri rame-rame, mengajak keluarga masing-masing pula dengan (tentunya) menggunakan uang rakyat...  


Saya masih ingat ketika dulu, malam-malam sepulang ibadah atau latihan koor, dengan berjalan kaki atau naik sepeda, kami rame-rame 'menyerbu' warung tenda indomie langganan yang sekaligus menjadi 'base camp' kesekian. Bersenda gurau, ngobrol ngalor ngidul, tukar pikiran, sambil mengisi perut. Kadangkala kami sengaja menenggelamkan diri pada riuh ataupun heningnya jalan raya di depan tenda indomie kami mangkal. Dalam diam, di tengah hiruk pikuk ataupun sunyi sepi suasana, saya menyadari dan menegaskan eksistensi diri saya di dunia ini. Bahwa sekecil-kecilnya diri saya, saya adalah bagian dari dunia ini. Dan walaupun kecil, saya, sama seperti setiap orang di dunia ini, mempunyai tanggung jawab menjaga kebaikan dunia ini. Bahwa saya, meskipun ada bersama kelompok, bersama teman-teman, tetaplah seorang pribadi yang bebas merdeka.

Kita patut bersyukur karena tidak semua aksi rame-rame ini berakar dan berbuah negatif. Aksi rame-rame mematikan lampu dalam peringatan Earth Hour akhir Maret lalu bisa menjadi salah satu contoh. Optimisme para siswa SMK dalam mewujudkan mobil nasional (bahkan pesawat terbang) juga patut diacungi 4 jempol tangan & kaki. Mimpi yang rame-rame diwujudkan dalam Gerakan Indonesia Mengajar bisa menjadi satu contoh inspiratif berikutnya dari dunia pendidikan.

Rame-rame, kita bisa membuat diri dan dunia sekeliling kita hancur. Tapi kita, bersama-sama, juga mampu membuat diri dan dunia kita sejahtera.


Andreas & Petrus 

24 April 2012

CIPUT : GESER DONG

Isu naiknya harga BBM alias Bahan Bakar Minyak memicu kenaikan harga-harga barang dan jasa. Ini tetap terjadi walaupun BBM (sementara) batal naik. Akibat yang dirasakan Ciput di rumah, antara lain papa-mamanya jadi ribut, he he he... Tapi bukan Ciput namanya kalau ga bisa tetap enjoy.


21 April 2012

Men After Women

Mengapa hampir di seluruh dunia menyetujui pandangan bahwa wanita lebih rendah derajatnya dibanding pria? Bahwa wanita lebih lemah dan pelayan kaum pria? Wanita 'hanya' dianggap pelengkap pria. Mengapa? Apakah alasannya bisa jadi lebih jauh daripada; karena wanita lebih lemah (secara fisik) dan lebih sering mengeluarkan air mata? Apakah karena diceritakan bahwa pada awal mula penciptaan, wanita diciptakan setelah pria sehingga wanita (bisa dan lalu) dianggap lebih rendah daripada pria?

Apakah tidak pernah ada yang menggugat bahwa mungkin sejarah penciptaan manusia tidak seperti itu. Bahwa sesungguhnya Adam (pria) diciptakan setelah Eva/Hawa (wanita). Jika benar demikian, maka bukan tidak mungkin bahwa di kemudian hari wanita dipercaya lebih superior dari pria. bahwa kaum Adam 'hanyalah' pelengkap kaum Hawa yang diciptakan lebih dulu.

Atau... mungkin sebenarnya pria dan wanita diciptakan bersamaan? Langsung keduanya. Tidak ada yang lebih dulu dan tidak ada yang kemudian. Sejak awal, manusia diciptakan bersamaan dan berpasangan sebagai tanda bahwa mereka selayaknya demikian (hidup sederajat) untuk saling membantu dan melengkapi hidup satu sama lain. Bahwa yang satu tidak lebih penting ataupun superior daripada yang lain.

Mustahilkah bahwa sejarah penciptaan manusia sesungguhnya seperti itu? Apakah anda mau percaya dan terima, andai kenyataannya demikian?

(sebuah pikiran liar yang ditangkap di tengah malam yang panas)



Andreas & Petrus


30 Juli 2011

Revolusi Celengan

Dulu, orang tua menasehati saya dan adik-kakak saya agar rajin menabung. Mereka juga memotivasi kami dengan memberikan uang yang khusus untuk ditabungkan. Tidak di bank, hanya dalam celengan tanah liat -umumnya berbentuk ayam- yang juga dihadiahkan kepada kami, seorang satu. Itu menjadi sumber pertama tabungan kami. Sumber kedua dari usaha kami berhemat adalah dengan menyisihkan sebagian uang jajan kami. Tak jarang kami berlomba siapa yang terbanyak dalam berhemat. Tanpa kami sadari, sebenarnya kami sedang belajar mengendalikan nafsu konsumerisme. Sumber ketiga adalah dari kerabat atau orang lain yang sengaja menyisihkan uang untuk kami. Biasanya saat libur sekolah, Lebaran, Natal, atau Tahun Baru.
Saya masih ingat, kebanggaan yang saya rasakan jika celengan tanah liat milik saya lebih berat dari kepunyaan kakak atau adik. Tidak peduli jika hanya bisa menonton siswa lain jajan ini-itu, yang penting tabungan saya banyak. He he he...

Selain itu, kami juga diwajibkan menabung oleh pihak Sekolah (Dasar). Sekolah membuat kas khusus untuk menampung tabungan para siswa. Kami bisa mengisinya kapan saja tapi hanya bisa diambil saat pengambilan raport.

Ketika gerakan menabung digalakkan oleh pemerintah dan bank-bank swasta mulai tumbuh bak jamur di kayu lapuk, masyarakat berbondong-bondong (beralih) menabung di bank. Lebih modern dan aman, katanya. Seiring dengan kemajuan jaman, begitu juga perkembangan dunia perbankan modern. Ia telah menjadi sebuah industri besar yang mampu mengubah pola pikir dan gaya hidup seseorang bahkan masyarakat. Kini orang tidak lagi datang ke bank untuk 'sekedar' menyimpan uang untuk kebutuhan hari esok, namun juga demi mencapai kemudahan tertentu, prestise, bahkan untuk melakukan/menyembunyikan kejahatan.

Begini, ketika saya kecil dan butuh uang 'mendesak', saya harus memecahkan celengan tanah liat saya. Berapapun kebutuhannya, saya tetap harus memecahkan seluruh tabungan. Kalau di bank kita sebut Tutup Buku. Untuk melakukan itu biasanya didahului rasa ragu dan sayang yang besar. Jerih payah panjang dan kebanggaan saya harus dipecahkan.
Ketika celengan tanah liat diganti dengan celengan plastik, perasaan ragu dan sayang tadi menjadi berkurang. Lebih mudah menggunting celengan plastik daripada memecahkan celengan tanah liat. Anda mungkin paham maksud saya. Perasaan itu makin memudar ketika celengan plastik berganti menjadi celengan kaleng dengan panel yang bisa kita buka-tutup menggunakan kunci pada salah satu sisinya. Wow, saya punya brankas kaleng mini! Saya senang karena semakin mudah mengambil uangnya. Jika saya butuh sedikit uang tambahan, saya tidak perlu menggunting apalagi memecahkan seluruh tabungan. Cukup buka kuncinya, ambil uang yang dibutuhkan, lalu tutup lagi. Praktis bukan?! Saya senang walau sebenarnya saya sedang bergerak menjauhi nilai-nilai luhur menabung dan semakin menumbuhkan tanduk di kepala saya.

Pertimbangan menabung di bank, awalnya adalah agar saya bisa menghindari 'keusilan' kecil tadi karena ada pagar yang membatasi. Menabung di bank berarti semakin menjauhkan aset dari diri saya yang berpotensi 'usil'. Ada batas. Ada kontrol. Perlu berpikir berulang kali jika ingin mengambil uang sejumlah kecil. Tidak sebandinglah dengan pengorbanan harus berjalah jauh ke bank, repot-repot membawa buku tabungan, mengisi formulir, dan mengantri pula. Sejauh ini pertimbangan saya benar bahwa menabung di bank jauh lebih aman, bertanggung jawab, dan lebih gaya. He he he...

Sebagaimana dunia adanya yang selalu berubah, begitu juga rasa aman saya terhadap dunia perbankan sekarang. Saya berusaha tidak menyoroti terlalu banyaknya kasus perbankan -khususnya- Indonesia. Likuidasi bank-bank, kasus Century, hingga kasus Citibank yang lalu. Saya justru menyoroti kemudahan-kemudahan akses yang ditawarkan oleh bank kepada para nasabahnya. ATM, Credit Card, Kartu belanja, SMS Banking, dan lain-lain. Bahkan kita bisa mengambil uang tanpa harus turun dari mobil! Ini jelas jauh lebih canggih daripada kunci brangkas kaleng milik saya dulu. Di masa mendatang bisa jadi tiap rumah memiliki semacam mesin ATM pribadi! Semuanya demi kemudahan dan kecepatan akses. Di jaman modern yang ingin serba instan ini, orang yang menolak kemudahan bisa disebut tolol.

Ini memang bukan kesalahan perbankan karena industri ini hanya mengikuti perkembangan jaman dan permintaan pasar yang butuh kemudahan (praktis) dan kecepatan. Namun kemudahan dan kenyamanan ini bagai pedang bermata dua. Mudah dan nyaman juga tidak berarti aman. Saya mencoba aman dari diri saya tapi bukan berarti aman dari pihak lain. Para konglomerat dan koruptor boleh merasa harta atau kejahatan mereka aman tersimpan di bank-bank Singapura atau Swiss. Tapi, siapa tahu?

Satu hal lagi, saya tidak pernah mendapati Celengan berbentuk celeng (babi hutan). Jauh lebih mudah mendapati celengan berbentuk ayam jago. Lalu mengapa sebutannya tidak menjadi Ayaman atau Jagoan? He he he... Hati-hati dengan tabungan anda.



Andreas & Petrus

11 April 2011

ASEREJE VS DANGDUT

Masih ingat demam Asereje; lagu dan gerak seragam dari trio Las Ketchup asal Spanyol yang tidak hanya booming di Indonesia tapi juga dunia? Joget Asereje mendadak digoyang oleh jutaan orang tanpa pandang usia dan bulu! Asereje menjadi lagu wajib, goyangnya menjadi goyang wajib, sampai dibuat kontes Asereje di mana-mana. Pokoknya dibuat macam-macamlah.

Sebelum dan sesudah era Asereje, orang mengenal goyang atau tarian Flash Dance yang lentur seperti balerina sekaligus energik, Break Dance yang patah-patah, Macarena yang bergetar dan panas, Pulse yang sederhana, ataupun tari klasik-latin yang menjadi booming karena penyanyi Ricky Martin; Salsa. Seperti halnya goyang Asereje, semua tarian ini bisa dilakukan sendiri ataupun bersama-sama. Bedanya, Asereje tidak variatif. Goyang dan lagunya, ya, cuma itu-itu saja.

Di Indonesia sendiri sempat booming tarian yang asik sekali bila dilakukan massal, yaitu Sajojo dan Poco-Poco. Gerakannya walaupun sederhana dan cenderung monoton namun iringan musiknya yang nge-beat asik, sanggup memaksa kita bergoyang terus.

Sebenarnya ada satu lagi goyang atau tarian yang bila dipelihara atau dikelola dengan baik, bisa menjadi salah satu kekayaan seni bangsa. Bukan... Bukan Hip Hop yang sedang tren saat ini, tapi Goyang Dangdut! Haa!!

Musik dan goyang dangdut memiliki sejarah panjang di Indonesia. Sempat -tapi mungkin masih- dicap musik kampungan karena mayoritas penggemarnya masyarakat berekonomi rendah. Goyangnya juga itu-itu saja bahkan terkesan 'jorok' -tentu menurut ukuran orang Timur (= baca Indonesia). Goyang 2 jempol tangan, kadang sambil memutar-mutar lengan dan kaki bergerak maju mundur, tanpa disadari menjadi goyang massal abadi. Filosofinya sederhana; Yang penting goyang, yang penting senang!

Bang Haji Oma boleh ngotot bahwa dialah perintis dan pejuang musik dangdut hingga berwujud dan berada di level setinggi sekarang. Menurut saya, Musik Bang Haji mungkin sudah berjuang lama tapi Goyang Ngebor Inul, di saat yang tepat, ikut memberikan kontribusi yang luar biasa untuk mengangkat 'derajat' Dangdut. Terlepas dari kontroversi yang lahir dari goyangannya, Inul berhasil mendongkrak popularitas Dangdut hingga level 'kelas atas'. Penggemar dangdut meluas hingga golongan menengah ke atas bahkan ke mancanegara. Goyang Ngebor diadaptasi & menjadi inspirasi lahirnya Goyang Ngecor, Goyang Patah-Patah, Goyang Vibrator, dan goyang-goyang unik lainnya. Bukan tidak mungkin jika dalam waktu dekat ini ada yang mengklaim pencipta Goyang Gempa atau Goyang Tsunami!

Musikalitas Dangdut pun terdorong maju. Ragamnya tidak melulu Dangdut murni, Dangdut Pop, atau Dangdut campursari. Jangan heran kalau saat ini menjumpai Dangdut campur Jazz, Dangdut campur Rap, Dangdut campur R&B, Dangdut campur Metal, Dangdut campur Disko, dsb.
Lalu, siapa pemenang antara Asereje VS Dangdut? Ya, Dangdutlah. Bukankah, Dangdut is the music of my country...

Saya sendiri bukan penggemar Dangdut plus tidak pandai bergoyang. Mungkin itu sebabnya hanya satu goyang massal yang menjadi favorit saya; Senam Kesegaran Jasmani alias SKJ'88! ^_^



Andreas & Petrus