20 April 2012

Cantelan Panci




Cantelan = tempat menggantung

Gejolak akibat isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (dan Tarif Dasar Listrik) baru saja reda setelah kenaikan itu dibatalkan (baca= ditunda) oleh pemerintah. Kita sadar bersama bahwa gejolak itu semata bukan melulu karena kenaikan harga BBM tapi gelombang susulan kenaikan harga barang dan jasa di berbagai sektor sebagai dampak kenaikan BBM itu sendiri yang pada akhirnya akan mencekik rakyat.

Sebenarnya saya malas menyinggung masalah ini karena ini isu rutin dan pasti sudah banyak yang menulis, mengulas, mendiskusikan, memberikan pendapat dan usul solusi. Saya juga percaya, mereka semua orang-orang pintar dan berharap pemerintah mendengarkan mereka -dan rakyat tentunya. Tapi telinga pemerintah itu ibarat sudah jadi sekedar cantelan panci, jadi boro-boro menjalankan saran dan usulan para pakar, didengarkan pun tidak.

Tapi, bagaimana ya? Saya sebal sekali mengamati perilaku masyarakat -termasuk para pejabat pemerintah- yang hanya bisa memprotes kenaikan harga tadi namun tidak berupaya keras untuk menghemat BBM (energi). Entah karena kesadaran masyarakat untuk berhemat energi, kurang atau karena hal lain. Yang jelas, kita, baik pemerintah maupun kebanyakan masyarakat tidak melihat bahwa, saat ini, menghemat energi merupakan aksi mendesak alias urgen!

Sebagai contoh; Kita hanya melihat sedikit iklan televisi ataupun poster berisi ajakan & himbauan untuk menghemat energi. Nah, saya melihat justru inilah masalahnya. Pertama, ya itu tadi, poster ataupun iklan televisi dengan frekwensi tayang sangat minim dan kalah menarik pula dibanding iklan rokok atau motor baru. Kedua, semua itu cuma bersifat ajakan & himbauan tanpa konsep jelas dan langkah kongkrit tersistem, terpadu, untuk melakukan aksi efisiensi dan hemat energi tersebut. Menghemat energi itu ibarat melarang perokok berhenti merokok. Ada aturan dan (ancaman) sanksi saja masih sulit dikendalikan, apalagi cuma dihimbau. Sementara iklan rokok terus mengepung dengan tawaran menarik dan image kuat. Sulit untuk mengajak orang lain mengubah gaya hidup seperti menghemat BBM jika; harga BBM murah (karena disubsidi), beli motor seperti beli kacang goreng (produk luar pula -produk asli Indonesia, mana?), tanpa contoh konkrit dari pemimpinnya, dan tanpa sosialisasi serta edukasi berkualitas kepada seluruh rakyat akan penting & mendesaknya menghemat energi mulai saat ini.

Berapa banyak dari masyarakat, atau setidaknya teman-teman blogger, yang mengetahui fakta bahwa jika 10% warga di Jakarta saja, dalam 1 hari memadamkan listrik selama 1 jam seperti saat Earth Hour, 31 Maret yang lalu, maka energi yang dihemat bisa bermanfaat memenuhi kebutuhan listrik di 900 desa dan menyediakan oksigen bagi 534 orang? Berapa banyak yang mengetahui fakta bahwa posisi standby power peralatan elektronik mengonsumsi kurang lebih 10% dari total penggunaan listrik rumah tangga. Bila dikalikan dengan jumlah konsumen listrik, maka energi yang terbuang percuma kurang lebih sama dengan output dari 18 pembangkit tenaga listrik.

Saya belum berniat mengganti fungsi telinga saya menjadi cantelan panci. Sedikit fakta di atas sudah cukup menyadarkan saya untuk mengubah gaya hidup yang boros energi. Saya, sebagaimana kebanyakan masyarakat, tentunya mendesak pemerintah untuk mengambil langkah & aturan tegas untuk mengantisipasi masalah ini. Namun saya, terlebih lagi berharap kepada seluruh masyarakat Indonesia (dan dunia) untuk berhemat energi. Bukan sekedar untuk mengontrol keuangan kita tapi untuk menjadikannya gaya hidup baru kita. Penggunaan energi yang efisien untuk hidup yang lebih baik.

Sumber: Kopi Merah Putih; obrolan pahit manis Indonesia/Indonesia Anonymous/Gramedia/2009


Andreas & Petrus

4 komentar:

obat penyakit kanker otak mengatakan...

makasih buat infonya

obat penyakit stroke mengatakan...

semoga sukses selalu

obat penyakit diare mengatakan...

jangan lupa mampir balik ya

pengobatan tradisional keputihan mengatakan...

infonya bermanfaat sekali gan,
makasih..