18 Mei 2012

Stories Of Us

If your mouth won't tell, your body, even bones will...



Satu tim saintis di Jeffersonian Institute di kota Washington D.C. Amerika Serikat, sekali lagi berhasil membantu FBI dalam mengungkap sebuah kasus penemuan tanpa sengaja tulang belulang manusia di dalam cetakan semen yang telah mengeras. Mengandalkan keahlian dan ketekunan para saintis serta kecanggihan teknologi di Jeffersonian, FBI sukses memecahkan misteri tersebut. Para ahli di Jeffersonian ini sebagian besar adalah terunggul di bidangnya. Salah satunya adalah Dr. Temperance Brennan, seorang forensik antropologis brilian dan cantik. Tulang apa saja termasuk tulang ceker ayam kegemaran saya. Orangnya to the point, pemikirannya tajam, pembuktian atas analisanya bisa dikatakan akurat 100%. Dari 1 kerat tulang, ia bahkan bisa 'membaca' hobi atau sejarah seseorang.

Tak hanya itu, FBI juga dibantu satu tim lain dengan keahlian yang berbeda dan tak kalah unik. Tim ini dikomando oleh Dr. Cal Lightman, seorang yang ahli dalam 'membaca' mimik wajah dan gesture (bahasa tubuh) orang. Bahasa tubuh di sini bukanlah bahasa isyarat yang sengaja dibuat untuk berkomunikasi tapi reaksi atau gerak tubuh spontan yang dibuat oleh seseorang. Mimik dan gesture spontan ini selalu jujur, sehingga meskipun mulut anda fasih berbohong namun Dr. Cal Lightman akan mengetahui bahwa anda berbohong. Ia ibarat natural lie detector. 

Jeffersonian Institute dan kedua tokoh di atas memanglah tokoh-tokoh fiktif dalam 2 serial televisi Amerika; "Bones" & "Lie To Me", namun tidak demikian dengan kemampuan istimewa kedua orang tadi. Ilmu tentang tulang dan membaca gerak tubuh adalah nyata. Mungkin belum ada tokoh selihai dan secanggih tokoh di kedua film tersebut, namun ilmunya riil.

Saya tidak hanya tertarik dengan kedua film maupun ilmu nyata kedua Doktor brilian namun fiktif tadi namun juga pada lahirnya ide bahwa manusia mungkin memang diciptakan (=baca didesain), untuk bercerita. Manusia tidak hanya bercerita melalui mulut ataupun lewat tulisan dan gambar tapi juga keseluruhan dirinya. Mayat sekalipun bahkan tetap bercerita. Mayat atau fosil hewan dan tumbuhan memang bercerita juga, tapi manusia -tentu- bercerita lebih banyak dan berwarna. Ketika mulut malas menumpahkan atau sengaja menyembunyikan isi hati, tanpa kita sadari, mimik dan gesture kita melepaskan sinyal-sinyal cerita jujur yang tersirat. Kita didesain untuk bercerita bahkan tanpa kita berupaya untuk itu.

Bercerita dan Mengenangnya adalah salah satu anugerah terindah yang Tuhan berikan kepada Manusia. Bercerita dan Mengenangnya adalah kebebasan, hak dan kewajiban, karya dan warisan unggul umat manusia. Berceritalah. Kenanglah. Jika mulutmu tak mampu, tubuh dan tulangmu yang akan melakukannya... 


Andreas & Petrus

11 Mei 2012

Jangan Membuang Waktu

Kita pasti sering mendengar ujaran atau nasehat "Jangan Buang-Buang Waktu". Di jaman yang menuntut semua serba instan seperti sekarang, nasehat itu tentu mengena sekali. Apalagi jika sudah dikaitkan dengan masalah uang; Dewa jaman modern. Hal itu menjadi seakan masuk akal dan mutlak. "Waktu adalah uang!" Membuang waktu berarti membuang uang.

Perkotaan hidup selama 24 jam penuh. Hampir selalu hingar bingar bahkan di malam hari di saat seharusnya dunia senyap, beristirahat, atau bermimpi. Tidak ada kata istirahat apalagi berhenti. Karena istirahat berarti, membuang-buang waktu.

Kemajuan teknologi multimedia, komunikasi, hiburan, market, memaksa orang untuk terus melakukan sesuatu. Bergerak, melihat, mendengar, mencari, menikmati, mengamati, mencobai, menyumpahi, menghakimi, mengagumi, membuang, menyampahi, mengotori, menzolimi, mencabuli, meneriaki, membodohi, dan lain sebagainya... meminjam salah satu tagline iklan, "Just Do It", tanpa kita berpikir panjang akan berakibat baik atau buruk. Bisa jadi kita memburuk-buruki yang baik atau membaik-baiki yang buruk... 

Jaman Hedonisme, konsumerisme, serba instan, membuat orang mudah tersesat mengikuti cepatnya arus. Tapi kebanyakan orang tidak menyadari itu. Justru kebalikannya, kita akan merasa tersesat jika tidak mengikuti arus. Kita akan merasa ketinggalan jaman atau disebut ketinggalan jaman oleh orang lain. "Ga gaul, luh..!"

Saya ingat akan sebuah cerita. Suatu hari seorang pengusaha kaya raya berjalan-jalan di pantai sambil tak henti-hentinya mengagumi kesuksesan yang telah ia raih, hingga ia mendapati di depannya seorang nelayan yang sedang berbaring santai di pinggir perahunya sambil menikmati sebatang rokok. Kepada si nelayan, pengusaha itu bertanya,
"Mengapa engkau bermalas-malasan di sini?"
Jawab si nelayan, "Aku telah bekerja semalaman dan hasilnya cukup untuk 4 hari ke depan."
Sahut si pengusaha, "kalau kau bekerja lebih keras dan tidak membuang-buang waktumu di sini, kau bisa mendapat ikan yang lebih banyak."
"Untuk apa aku mendapat ikan yang lebih banyak?" tanya si nelayan.
"Tentu kau bisa jual ikan-ikan itu. Hasilnya bisa kau belikan perahu lagi atau jala yang lebih bagus."
"Untuk apa?" Si nelayan mulai tertarik
"Supaya kau bisa mendapat ikan yang lebih banyak lagi..."
Si nelayan termenung "...lalu?"
"Kau bisa jual hasil tangkapanmu untuk membeli perahu motor supaya kau bisa pergi ke tempat yang lebih banyak ikannya untuk kau jual lagi. Kau bisa menjadi pengusaha yang sukses dan kaya raya sepertiku!" Kata si pengusaha dengan berapi-api dan bangga.
Si nelayan termenung lebih lama. Lalu tanyanya, "Apa yang bisa aku perbuat setelah aku sukses dan kaya raya?"
Dengan senyum lebar si pengusaha berkata, "Kau bisa bersantai dan menikmati hidup sepertiku..."
Si nelayan menatap lekat-lekat si pengusaha sambil tersenyum tak kalah lebar, katanya,
"Pak, bukankah itu yang sedang saya lakukan sekarang..?"

Orang beroleh hikmat bukan dari kebisingan & kesibukan tapi dari diam.


Andreas & Petrus

04 Mei 2012

Rame-Rame

Aksi Rame-rame sedang menjadi fenomena. Pelakunya bukan hanya manusia tapi juga binatang. Manusia dan binatang seakan bersaing. Bukan main. Bukan main ramenya. Bukan main pula akibat dari aksi rame-rame itu. Macam-macam akibat yang ditimbulkan kedua jenis makhluk ciptaan Tuhan ini, mulai dari geli, jijik, takut, panik, gatal, perih, gondok, gerah, bahkan sampai kehilangan nyawa... Bukan main!

Memang bukan hal-hal yang menyenangkan. Beberapa menyedihkan bahkan jauh dari menyejukkan. Tanya saja kepada mereka yang panik saat rombongan ulat bulu 'bersilaturahmi' ke rumah mereka. Atau kepada mereka yang kulitnya serasa terbakar setelah 'dicium' serangga Tomcat. Atau kepada orang tua yang masih berduka sekaligus kebingungan setelah anaknya tewas karena rame-rame dipukuli oleh geng motor pita kuning. Kitapun prihatin ketika dihadapkan pada ironi pendidikan kita yang 'mengijinkan' nyontek rame-rame saat Ujian Nasional (UN), dan gerah melihat kelakuan para anggota DPR yang hobi study banding ke luar negeri rame-rame, mengajak keluarga masing-masing pula dengan (tentunya) menggunakan uang rakyat...  


Saya masih ingat ketika dulu, malam-malam sepulang ibadah atau latihan koor, dengan berjalan kaki atau naik sepeda, kami rame-rame 'menyerbu' warung tenda indomie langganan yang sekaligus menjadi 'base camp' kesekian. Bersenda gurau, ngobrol ngalor ngidul, tukar pikiran, sambil mengisi perut. Kadangkala kami sengaja menenggelamkan diri pada riuh ataupun heningnya jalan raya di depan tenda indomie kami mangkal. Dalam diam, di tengah hiruk pikuk ataupun sunyi sepi suasana, saya menyadari dan menegaskan eksistensi diri saya di dunia ini. Bahwa sekecil-kecilnya diri saya, saya adalah bagian dari dunia ini. Dan walaupun kecil, saya, sama seperti setiap orang di dunia ini, mempunyai tanggung jawab menjaga kebaikan dunia ini. Bahwa saya, meskipun ada bersama kelompok, bersama teman-teman, tetaplah seorang pribadi yang bebas merdeka.

Kita patut bersyukur karena tidak semua aksi rame-rame ini berakar dan berbuah negatif. Aksi rame-rame mematikan lampu dalam peringatan Earth Hour akhir Maret lalu bisa menjadi salah satu contoh. Optimisme para siswa SMK dalam mewujudkan mobil nasional (bahkan pesawat terbang) juga patut diacungi 4 jempol tangan & kaki. Mimpi yang rame-rame diwujudkan dalam Gerakan Indonesia Mengajar bisa menjadi satu contoh inspiratif berikutnya dari dunia pendidikan.

Rame-rame, kita bisa membuat diri dan dunia sekeliling kita hancur. Tapi kita, bersama-sama, juga mampu membuat diri dan dunia kita sejahtera.


Andreas & Petrus