05 Januari 2013

ONANI JIWA



Tindakan memuaskan diri sendiri secara seksual (tanpa pasangan bercinta) biasa disebut masturbasi atau onani. Tujuannya jelas mencapai puncak kenikmatan sex, orgasmme.  Tulisan ini bukan tinjauan moral atau psikologi, juga bukan berdasarkan kajian filsafat,  ilmu bahasa dan lain sebagainya, cuma catatan ringan soal onani.

Perbuatan sex onani itu sifatnya demi kenikmatan tubuh/fisik, yang tentu saja pengaruhi jiwa. Tapi apakah onani hanya bisa secara fisik dan dalam arti seksual saja?  Mungkinkah terjadi onani lain yaitu demi kenikmatan batin/hati yang tentu saja (bisa) pengaruhi fisik?  Anggap saja itu mungkin. Perbuatan atau tindakan memuaskan diri sendiri secara batin,  tak peduli dengan orang lain yang penting diri sendiri puas batin. Makanya saya sebut itu sebagai onani jiwa…

Kayak apa sih onani jiwa?  Agak susah juga menceritakannya, terlalu banyak contoh kasus. Sah-sah saja kalau Anda dan saya tak sepaham. Umumnya kalau masih waras orang orang akan onani (sex) di ruang tertutup atau sembunyi. Tapi kalo onani jiwa sering dilakukan di ruang terbuka. Di tongkrongan, di mimbar atau di manapun bisa saja terjadi.

Saya sering ketemu orang yang hobi cerita. Mulutnya nyerocos tanpa henti, tak mau disela omongannya. Dia nggak peduli saya bosan atau tidak dengarkan ocehannya, kalaupun dia dengar tanggapan saya, itu cuma sebentar, sekedar jaga kepantasan. Setelah itu dia nyerocos lagi. Pokoknya dia hanya mau didengar, malas mendengarkan. Persentasenya saya ngomong 30 % persen atau kurang, dianya 70 % atau lebih. 

Orang ini menikmati ceritanya. Batinnya puas saat bercerita. Parahnya, sering orang ini cerita tentang satu hal berulangkali, Dia lupa topik atau tema pembicaraan yang sama dibicarakan berulang-ulang dalam waktu yang lama dan berkali-kali, di saat yang berbeda Banyak sekali orang jenis ini, dulu saya salah satunya. Untunglah saya sudah bertobat… he he he he   Orang berpenyakit seperti ini ada di semua tingkatan usia, status sosial dan kecerdasan. Artinya tua-muda, laki perempuan, kaya-miskin, pintar-bodoh bisa punya kebiasaan yang menjengkelkan ini : maunya didengar, nggak mau mendengar.

Dia lupa telinga kita dua, mulut kita satu, mestinya lebih banyak mendengar daripada ngebacot . Saya kasar ya? he he he   Maaf…. Begitu sulitkah mendengar? Kenyataannya demikian. Perlu kesabaran dan latihan panjang. Begitu sulitnya telaten mendengar sampai saya anggap mendengar sebagai ketrampilan he he he… Mendengarkan itu suatu skill
Orang yang tak punya skill ini cenderung memuaskan disri sendiri secara sepihak di hadapan seseorang atau khalayak demi kepuasan batinya sendiri. Egois. Suka atau tidak, tepat atau tidak, saya suka menyebut tindakan orang macam ini sebagai onani jiwa. Ini baru satu contoh, masih banyak lagi contoh lain. Anda juga mungkin punya pengalaman unik jumpa dengan orang yang melakukan onani jiwa dengan cara dan kebiasaan lain
Atau Anda dulu pernah dan bahkan mungkin sekarang masih sering melakukan onani jiwa seperti saya dulu sebelum bertobat? 

Apapun jawaban Anda, saya percaya…. Bahkan ketika Anda berbohongpun, saya tetap percaya… he he he

19 Juni 2012

NEGERI MALING


Korupsi di Indonesia bukan lagi sekedar tindak pidana,  tapi budaya!
Lebih dari sekedar kejahatan. Korupsi di Indonesia adalah budaya, habit dari tingkat bawah sampai paling atas.

Seharusnya, atau sebaiknya? Status tindak pidana korupsi dinaikkan menjadi tindakan subversif. Membahayakan negara. Perampokan berencana dan besar-besaran  terhadap bangsa dan negara. Mereka yang korup pasti nggak setuju dengan usul ini, setingkat ketidaksadaran mereka betapa parah kerusakan negeri Indonesia.

Negeri paling agamis plus pancasilais, negeri maling!  Saya pasti tergoda juga jadi maling, makanya perlu sistim hukum dan penegakan secara ketat, supaya saya tak jadi pengkhianat berikutnya.

Tak ada gunanya memperlunak kenyataan. Ini serius!  Terlalu banya aspek bangsa Indonesia telah lama rusak.

Ini bukan pesisimis dan juga bukan apriori, ini kekagetan yang seharusnya membangkitkan kesadaran banyak orang dan mengambil tindakan segera.


(Andreas Petrus)

25 Mei 2012

Komitmen

Apakah anda pernah menonton acara-acara TV seperti Kick Andy!, Oprah Winfrey, Extreme Places To Go Green, dan sejenisnya? Kalau ya, pasti anda pernah melihat ataupun menjumpai dalam hidup anda, orang-orang berkomitmen tinggi. Mereka yang tidak hanya mempunyai mimpi besar, tapi sekaligus berkomitmen dalam menjaga bahkan mewujudkan mimpi itu.

Seorang Anilawati Nurwakhidin rela 'menyusahkan' dirinya demi memegang komitmen untuk menjaga lingkungan hidup dengan mengurangi sampah plastik. Beberapa contoh tindakan 'konyol' yang ia lakukan adalah membeli minuman tanpa sedotan plastik, membawa tas belanja pribadi dari rumah, dan membawa bekal minuman alih-alih beli minuman (dan membuang) gelas atau botol plastik (pantangan ini berlaku bahkan saat ia sedang menghadiri pesta hajatan!)

Komitmen kuat menjaga lingkungan hidup juga dimiliki oleh seorang anak bernama Severn Cullis-Suzuki. Saat ia berusia 9 tahun, ia bersama beberapa temannya mendirikan Enviromental Children's Organization (ECO), sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak-anak lain mengenai masalah lingkungan. Pada usia 12 tahun, pidatonya membungkam para pemimpin dunia, di tengah Konferensi Lingkungan Hidup PBB (Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992. 

Lain halnya dengan Anies Baswedan. Komitmennya pada dunia pendidikan Indonesia ia wujud-tularkan kepada para pemuda-pemudi Indonesia lewat program Gerakan Indonesia Mengajar. Melalui program tersebut, ia menantang orang muda negeri ini untuk terjun mengajar para tunas bangsa di pelosok-pelosok tanah air. Mereka yang terpilih adalah yang berkomitmen kuat untuk terjun, bergelut dengan resiko ketidakpastian, ketidakmapanan, ketidakamanan, demi menjaga semangat dan mimpi anak-anak negeri ini. Demi memenuhi hak pendidikan anak-anak di seluruh pelosok tanah air. Tanpa pamrih.

Komitmen jujur dan tulus bukan berarti tanpa halangan. Apalagi di jaman sekarang, jaman di mana tanpa sungkan, manusia menuntut manusia lain untuk menyimpang dari kejujuran dan ketulusan, seperti dialami bocah Muhammad Abrari Pulungan ataupun Nur Hidayatusholihah yang akrab disapa Nunung, seorang siswa SMU Muhammadiyah 1 Kalirejo, Lampung Tengah, yang menolak menggunakan kunci jawaban yang diberikan gurunya 1 hari sebelum Ujian Nasional. Nunung bersikeras tetap jujur meski konsekwensinya, ia harus berkali-kali gagal lulus Ujian Nasional. Sedangkan konsekwensi dari komitmen jujur bocah Abrar adalah dikeluarkan dari sekolah serta dijauhi oleh para guru dan teman-temannya.

Komitmen sebagaimana halnya agama, adalah sakral. Semakin tinggi nilai atau tanggung jawab dari komitmen itu, semakin sakral ia. Menjaga komitmen berarti menjaga keyakinan kita. Menjaga janji kita. Bagaimana kita menjaga keyakinan dan janji itu sekuat tenaga, sepenuh hati, segenap jiwa raga. Itulah yang membuatnya sakral. Dan jika kita meninggikan komitmen, ia juga akan meninggikan kita.

Kesakralan komitmen serta kesungguhan dan keikhlasan dalam menjaganya, akan membantu kita menuju kesejatian sebagai manusia yang diciptakan secitra dengan Dia. Karena Dia, pencipta kita, tidak pernah melanggar komitmennya sendiri.


Andreas & Petrus