24 September 2009

Cuci Otak

Kalau ada orang pikirannya kotor, atau ngeres (porno melulu) perlu dibersihkan, bukan dicuci. Karena cuci otak (brain wash) mengacu pada pengisian otak. Idiom ini dulu populer dalam kegiatan mata-mata, juga digunakan para rezim otoriter seluruh dunia.
Sekarang cuci otak sudah menjalar ke banyak aspek kehidupan. Agama, sekte, kelompok ekstrim, perusahaan dan usaha niaga gunakan teknik cuci otak untuk capai tujuan.

Cuci otak itu proses memasukkan pengaruh, gagasan atau faham (isme) tertentu ke dalam otak manusia, dilakukan dengan perangsangan (stimulasi) menggunakan bahasa, kata-kata atau cara-cara lain secara terus-menerus sampai tetrpatri dalam benak manusia, diyakini secara teguh, bahkan sering jadi keyakinan mutlak (absolut). Jadi isi otak yang lama dibuang, diganti ide baru, bisa positif, bisa negatif. Soal baik buruknya cuci otak saya tidak mau ajari Anda dalam menilai. (Anda kan udah gedhe… tau sendiri mana yang baik, mana yang buruk, he he he he

illustration, brainwash, cuci otak, toys, puppet

Orang yang sudah dicuci otaknya bisa punya keyakinan mutlak terhadap suatu faham (isme) dan menganggapnya sebagai kebenaran yang tak tersangkal. (kalau dipikir-pikir agama juga kayak gitu!) Biasanya mereka norak dan berlebihan. Bahkan pernah ada orang yang akan dihukum mati karena membunuh banyak orang dengan bom sesumbar: saya akan mati sahid, masuk surga, di sambut bidadari. Bukan main! Ia tak hanya siap membawa isi otaknya, tapi juga nafsu birahinya ke akherat!

Sehari-hari ribuan iklan mencoba mencuci otak kita. Meyakinkan kita tentang produk tertentu sebagai yang paling baik dan produk lain jelek. Ada juga orang yang karena iklan alergi jika pakai produk yang tidak sesuai iklan. Yang lucu adalah orang-orang yang ikut MLM (Multi Level Marketing), banyak dari mereka tampil begitu norak, terlalu berlebihan,sikapnya meluap-luap dan marah kalau tidak ditanggapi, tidak peduli ruang dan konteks waktu… Saya bukan anti MLM, saya yakin banyak hal positif dari MLM, tapi, ketika orang yang tidak ikut MLM tertentu dianggap tak punya pikiran positif, (Karena kepentingannya tak didukung), disitulah mulai dirasakan bukti pemaksaan kehendak dari pihak satu ke pihak yang lain.(ala teroris) Maka saya anti sikap-sikap semacam itu. Bukan anti MLM lho!

Cukup sulit memilah-milah perkara ini. Pengalaman pribadi saya (pernah ikut 7 macam MLM) mengajarkan bahwa saya harus tetap bersikap dan berpikir positif, tanpa harus kehilangan martabat dan harga diri serta keteguhan pribadi. Banyak hal baik tapi tidak semua saya pilih. Sehebat apapun orang tawarkan kebaikan itu, saya terima sebagai masukan. Tapi soal memilih itu hak saya yang tak akan dirampas siapapun.

Biasanya hal-hal baik itu bersifat membangun, tidak merusak, juga meningkatkan harkat dan martabat, harga diri, tanpa harus kehilangan sikap wajar dan normal…… tidak memaksa secara halus atau kasar.

Awas! Hati-hati, saya sedang mencoba mencuci otak Anda... He he he he.

(andresuwarjo@yahoo.com)

22 September 2009

Puzzle Yang Tak Selesai

Suatu hari aku bermimpi. Dalam mimpi, di depanku ada sebuah puzzle sederhana yang tak bisa kuselesaikan. Setiap aku mengambil sekeping puzzle untuk kupasangkan di tempatnya, keping itu seketika berubah bentuk. Aku ambil keping bulat. Ketika akan dipasangkan, ia berubah menjadi oval. Aku coba lagi mengambil sebentuk segi empat. Lagi-lagi, ia berubah rupa sehingga rasanya mustahil aku menyelesaikan puzzle tersebut. Aku terus mencoba namun gagal terus.
Aku begitu putus asa hingga akhirnya menyerah dan membiarkan saja keping-keping puzzlenya terserak. Lalu, perasaan kalah membuatku terbangun. Lesu. Tak kuingat lagi detil mimpi itu. Hanya jejak misterinya yang masih kucium. Di alam sadarku, aku menggigil ketakutan. Menyadari...bahwa diriku tak utuh lagi.

tragedi WTC 9/11
9/11, World Trade Center 9/11, World Trade Center

9/11, World Trade Center 9/11, World Trade Center

9/11, World Trade Center 9/11, World Trade Center

9/11, World Trade Center tragedi, bom

tragedi bom Bali & Jakarta
tragedi, bom tragedi, bom

Bencana Tsunami Aceh
bencana, tsunami bencana, tsunami

sumber: World Trade Center Health Registry
foto tragedi 9/11: James Nachtwey for TIME


(pToe!)

21 September 2009

Trauma

Di tengah kebingungan mau menulis apa, saya teringat satu peristiwa tragis dunia di bulan ini, 8 tahun lalu. New York, 11 September 2001, Selasa pagi. Satu kejap peristiwa yang membuat dunia terhenyak dan menderita trauma panjang bahkan bagi mereka yang tidak menjadi korban secara langsung. Penderitaan secara fisik mungkin terbilang. Penderitaan mental & kejiwaan, jauh lebih dahsyat. Data hasil survey kesehatan dari 46.000 orang lebih di tahun 2003-2004 menunjukkan 'hanya' 14% yang mengalami gangguan kesehatan terkait trauma tadi. Gangguan tadi antara lain bisa berupa asma, susah tidur, phobia, atau mendadak stress tanpa alasan yang jelas. 3 tahun sesudahnya, hasil survey mengatakan, penderita gangguan k esehatan terkait trauma 9/11 meningkat menjadi 19%! Setengah dari penderita mengatakan mereka tidak menjalani perawatan khusus di tahun-tahun sebelumnya. Pada 26 Desember 2004 lalu, Aceh dan sekitarnya luluh lantak oleh tsunami yang terjadi akibat gempa dahsyat berkekuatan 8.9 Skala Richter (SR) di Samudra Hindia, lepas pantai Aceh dan menewaskan lebih dari 190.000 jiwa (itu baru orang, belum termasuk hewan dan tanaman!). Hingga saat ini, masih banyak dari korban yang selamat, menangis atau histeris ketika mendengar kata, tsunami. Menghadapi mereka yang menjadi korban atau menderita trauma berat seperti ini pastilah bukan perkara yang mudah. Kita bisa bersimpati, tapi apakah itu cukup bila yang menjadi korban adalah orang yang dekat dan kita kasihi? Ketika mereka menangis pedih atau diam dengan tatapan kosong di depan mata kita? Alih-alih segera memberi nasehat "Sabar ya...", "Kamu harus tabah.", "Kamu kuat, kamu bisa melalui ini.", atau kata-kata hiburan lain (setidaknya kita berharap kata-kata itu bisa menghibur), lidah saya lebih sering kelu. Film "Fragments" (alias "Winged Creatures", berdasar novel karangan Roy Freirich dengan judul yang sama), dibintangi oleh Kate Beckinsale, Forest Whitaker, Guy Pearce, Dakota Fanning & Jennifer Hudson), menjadi salah satu sarana bagi saya belajar berempati. Berharap semoga saya bisa bersikap lebih baik & berkata-kata yang tepat kepada jiwa yang sedang terguncang. Meskipun film yang hanya beredar dalam format DVD ini secara kualitas berada di bawah film setipikal "Crash" (Don Cheadle, Sandra Bullock, Matt Dillon), namun tema dan para pemainnya, membuat saya tidak berpikir kepanjangan. Sedikit review, film ini diawali dengan kejadian yang sangat mengejutkan di sebuah kafe yang cukup ramai namun tenang, ketika tiba-tiba dan tanpa alasan yang jelas (maksudnya benar-benar tidak jelas karena sampai akhir cerita kita tidak tahu siapa dan apa motif si pembunuh!) seseorang masuk dan menembaki para tamu kafe. Cerita bergulir dari 5 orang yang selamat dari insiden tadi. 4 orang berada di tempat kejadian saat insiden, 1 lainnya tidak. Satu orang ini, Bruce Laraby (Guy Pearce), seorang dokter ruang gawat darurat, kebetulan meninggalkan kafe hanya sesaat sebelum kejadian. Namun belakangan dia menyadari bahwa dialah orang yang membukakan pintu untuk si pembunuh ketika hendak keluar meninggalkan kafe. Hal ini membuat mental & jiwanya terguncang, cukup untuk melahirkan obsesi aneh dalam dirinya. Lebih jauh, ia bereksperimen dengan meracuni istrinya lalu menyembuhkannya, berulang-ulang, berharap dengan begitu ia bisa memaafkan dirinya sendiri. Hal yang sama terjadi pada 4 korban lainnya dalam versi yang berbeda. Ada yang menutup dirinya bahkan membisu, ada yang menjadi sangat egois dan haus perhatian, ada yang hidup dalam realitasnya sendiri karena menolak realitas sesungguhnya, dan ada yang menjadi seperti orang linglung dan terus mencoba batas peruntungannya. Mereka begitu terguncang -bahkan tanpa mereka sadari- hingga kehilangan akal dan arah. Beberapa film lain bertema (hampir) sama yang saya rekomendasikan: Born On The 4th Of July (Tom Cruise), Home Of The Brave (Samuel L. Jackson, Jessica Biel), The Brave One (Jodie Foster). Trauma fisik bisa kita antisipasi & hindari. Lain halnya dengan trauma mental-jiwa. Trauma bisa berdampak berbeda buat setiap orang. Trauma bisa menyeret sebagian bahkan keseluruhan hidup seseorang hingga orang tersebut menjadi pribadi yang berbeda. Trauma itu, menular. Tapi, ia bukanlah sesuatu yang tak tersembuhkan. Terapi yang tepat dan teratur bisa menyembuhkan. Terapi sederhana seperti meditasi, doa, musik, menulis bahkan games pun bisa membantu banyak. Just don't give up. (doa orang benar yang dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya) (pToe!)