15 Agustus 2011

Kehancuran Planet Krypton

Sebuah mimpi untuk Indonesiaku

Alkisah, di sebuah planet asing bernama Krypton, seorang ilmuwan tersohor meramalkan kehancuran planetnya berdasarkan riset dan data yang telah lama ia kumpulkan. Jor-El, demikian nama sang ilmuwan, awalnya tidak percaya akan kesimpulan dari serangkaian data dan fakta yang ia dapat dari hasil penelitiannya tersebut, bahwa planet kediamannya akan hancur dalam waktu dekat. Fakta terburuk kemudian adalah bahwa ia satu-satunya orang yang menyadari hal tersebut.
Namun demikian, tragedi sesungguhnya bukanlah kehancuran planet Krypton itu sendiri melainkan jauh sebelumnya ketika bangsa Krypton mulai menghancurkan dirinya sendiri, dan inilah fakta yang didapati oleh sang ilmuwan.
Takdir kehancuran planet Krypton, seperti diimani oleh Jor-El, sebenarnya bisa dihindari jika bangsanya mau keluar dari 'keasyikannya' masing-masing, kembali mawas diri dan bersatu memperbaiki masyarakat & lingkungannya.
Oleh bangsanya, Jor-El adalah ilmuwan yang diakui kredibilitas dan keakuratannya, tapi kali ini mereka memilih berpaling daripadanya.

Gagal meyakinkan bangsanya akan kiamat yang mengancam, Jor-El bergegas membuat sebuah roket untuk membawa istri dan anaknya mengungsi ke planet Bumi. Sayang sekali rencana tersebut tidak sepenuhnya berhasil karena sempitnya waktu yang mereka miliki. Jor-El hanya sempat membuat sebuah roket kecil untuk membawa anaknya, Kal-El. Di penghujung cerita, sebuah roket kecil berisi bayi mungil Kal-El melesat ke luar angkasa, tepat ketika planet Krypton mulai hancur. Dalam kisah berikutnya, bayi mungil Kal-El diceritakan berhasil mendarat selamat di sebuah peternakan milik keluarga Kent, di sebuah kota kecil bernama Smallville, di ujung Bumi. Kelak, Kal-El dikenal dunia sebagai, Superman.

Cerita ini memang hanya terjadi di dunia komik. Tapi bukan mustahil, kejadian di komik tadi menjadi nyata di dunia yang kita diami sekarang. Lompatan manusia ke bulan atau menjelajahi ruang angkasa dimulai dari mimpi dalam buku-buku komik semacam "Flash Gordon". Komputer jenis PC dengan layar flat hingga jenis tablet atau iPad dengan layar sentuhnya, dulu hanya ada di film-film sains-fiksi semacam "Star Trek", tapi sekarang teknologi seperti itu sudah 'nangkring' di rumah bahkan ada dalam genggaman kita.

Gerakan "Go Green" yang terus digalakkan lewat kampanye dan aksi tampaknya masih jauh dari cukup. Manusia terus menghancurkan diri, masyarakat dan alamnya. Mesin perang politik masih jauh lebih beringas dari kesadaran seorang Jor-El.

Satu contoh kecil namun 100% kongkrit terjadi di ibukota negara kita Indonesia, DKI Jakarta. Salah satu masalah krusial yang akhirnya menjadi langganan tahunan adalah banjir. Alih-alih menanganinya dengan serius, pemerintah malah memperbanyak pembangunan mal dan membabat ruang hijau publik yang berakibat semakin berkurangnya daerah resapan air.
Begitupun masalah transportasi di Jakarta. Sebagai perbandingan, 12-25 tahun yang lalu, sarana & prasarana transportasi kota Bangkok masih kalah jauh dengan Jakarta yang saat itu -bahkan- sudah memiliki bandara internasional, Soekarno-Hatta. Kini, Jakarta kalah jauh dengan Bangkok. Satu keunggulan nyata yang dimiliki warga Bangkok sejak dulu adalah, mereka memperlakukan sarana, prasarana, dan pengguna transportasi umum lainnya dengan hormat.

Di skala nasional (atau dunia), perusakan hutan, udara, sungai, tanah, semakin mengkhawatirkan. Program yang paling digemborkan oleh -lagi-lagi pemerintah- adalah "Satu Orang Tanam Satu Pohon", seakan itu senjata pamungkas. Sedangkan berapa meter kubik hutan kita yang ditebang dalam satu hari?

Saya mengamini apa yang diimani oleh Jor-El. Bencana bisa dihindari, diantisipasi, diminimalisir jika manusia mau keluar dari 'keasyikannya' masing-masing, mawas diri dan bersatu memperbaiki masyarakat & lingkungannya. Dengan kenyataan di depan mata, akankah kita memilih berpaling seperti dilakukan bangsa Krypton?

Mengutip pertanyaan bung Marco Kusumawijaya dalam artikelnya; "Mengapa kita memerlukan begitu banyak waktu untuk memutuskan, merencanakan dan apalagi melaksanakan suatu keperluan?"
Jika kita percaya bahwa kita bangsa yang besar, mengapa kita tidak bermimpi BESAR dan bersama-sama mewujudkan mimpi bahwa kita bisa menginspirasi dan menjadi pelopor dunia, bebas dari kecenderungan menghancurkan dirinya? Setidaknya kita tidak ikut-ikutan tren 'self-destruction' apalagi sampai didikte negara lain.


Selamat Ulang Tahun, Indonesiaku.
Happy Independence Day.



Andreas & Petrus

08 Agustus 2011

KRISIS KETELADANAN

Teladan itu artinya contoh perilaku baik.. Di sekitar kita banyak bisa ditemukan keteladanan… orang baik masih ada. Apalagi secara pribadi bisa kita jumpai orang2 teladan, bisa siapapun, dalam lingkup kecil atau luas. Tapi saya mau sorot orang2 yang secara umum seharusnya atau sebaiknya bisa dijadikan teladan. Bisa dijadikan panutan oleh orang banyak, masyarakat.

Saya batasi aja dalam 3 kelompok : tokoh agama, pemimpin negara dan aparatnya, yang ketiga adalah orang terkenal atau sebut saja public figur, sering nongol di mass media (bisa siapa saja dan apapun profesinya). Saya pribadi mengaku tidak menemukan orang teladan di Indonesia sekarang ini. Tentu saja Anda boleh tidak sepaham dengan saya, boleh jadi Anda telah menemukan keteladanan di 3 kelompok tadi. Di luar 3 kelompok ini pasti adalah figur yang bisa dijadikan teladan.

Tokoh agama di indonesia yang populer nggak ada yang bisa jadi panutan. Biang kemunafikan. Keluhuran budi dan kemuliaan tokoh agama hanya bisa saya temukan palam pendekatan serta pengenalan pribadi pada orang2 yang tidak masuk wilayah populer atau selebriti, artinya jumlahnya kecil, lebih banyak yang tak layak diteladani! Parahnya lagi, jika tokoh agama yang dinaungi departemen agama ha ha ha ha ha……. Semua departemen dan mayoritas lembaga di Indonesia itu korup, dan yang terkorup adalah departemen agama. Jadi mau ngomong apalagi?

Kategori kedua adalah pemimpin negara dan aparatnya. Jelas banyak arang sudah tahu dari tingkat RT sampai nasional Indonesia tercemar dengan budaya korupsi, kejahatan ini sudah jadi habit, berjemaah, struktural… kebanyakan orang apapun agamanya doyan korupsi. Tak ada teladan. Itu baru korupsi belum kemerosotan2 moral yang lain : premanisme, perdagangan hokum, penyalahgunaan kekuasaan, skandal sex, munafik, tak tahu malu serta tidak peduli dengan kaum papa. Tidak memihak rakyat.

Yang ketiga public figure: sering nongol di tv dan berbagai mass media lainnya.Di negeri yang paling agamis dilengkapi adapt ketimuran ini, maaf, saya belum menemukan juga tokoh teladan! Saya rindu orang terkenal yang menggunakan ketenarannya untuk menjadi guru masyarakat, guru bangsa… yang karena kebaikan serta keluhuran pribadinya mampu menggerakkan orang banyak untuk ikut jadi baik

Bangsa ini rindu orang yang baik budi dan tidak sombong serta rajin menabung he he he

Andreas & Petrus






.