17 Agustus 2009

Dirgahayu Indonesiaku

Genap 64 tahun usiamu kini. Namun rupamu semakin carut marut, dinodai bangsamu sendiri. Nasionalisme masih menjadi hal yang nyata tapi sekaligus absurd/abstrak seperti halnya terorisme sekarang ini. Misinya nyata tapi visinya absurd. Atau sebaliknya. Katanya Nasionalis tapi pandangannya sempit dan cenderung nyaman dalam tempurungnya sendiri. Katanya untuk kepentingan negara tapi nyatanya lebih banyak dicuri untuk kepentingan golongan. Katanya menjunjung demokrasi padahal hanya topeng mencari kekuasaan. Di mimbar dan media massa teriak "Rakyatku nomor 1!", sementara dalam pikiran dan tindakan menggumam "Rakyat nomor 1...setelah Golonganku." Kepentinganmu selalu dibiaskan oleh kepentingan-kepentingan kecil yang lahir dari kepala-kepala besar yang pintar namun bermental kecil. Dari Egoisme raksasa tapi berhati kerdil. Ketegaran dan wibawamu perlahan tapi pasti digerogoti habis. Genap 64 tahun usiamu Ibu. Semoga usiamu cukup untuk melihat kebangkitan negeri ini lagi. Meraih kejayaan seperti dulu. Merebut lagi kemerdekaan. Selamat panjang umur Ibu. Dirgahayu Indonesiaku.

16 Agustus 2009

Ciput: Bendera

Kesenjangan usia dan pengalaman tentu berpengaruh pada, antara lain, empati dan cara pandang seseorang akan suatu hal. Empati dan cara pandang orang muda akan makna kemerdekaan tentu berbeda dengan orang tua walaupun mungkin tidak berbeda jauh. Tapi kesenjangan ini bisa diperkecil dan dipermudah jika ada jembatan komunikasi diantara dua sisi/pihak tadi. Masalahnya, apakah kita mau saling mendengarkan dan merendahkan hati?

strip comic,komik strip,ciput,indonesia,merah putih,indonesian flag

13 Agustus 2009

" A R O G A N "

Sikap arogan tentu berkonotasi buruk. Setingkat dengan kesombongan, arogan adalah sikap angkuh, keras, sewenang-wenang, maunya menang sendiri, nggak mau menang bareng-bareng. Tentu saja perseorangan atau lembaga bisa bersikap arogan.

Saya mau bahas arogan dalam tanda kutip. Seringkali sikap mempertahankan pendirian atau komitmen, mengajak disiplin, taat peraturan, juga dianggap arogan. Padahal itu perlu. Bangsa Inggris tidak akan jadi bangsa yang besar (Great Britania) kalau tidak arogan, The Beatles tak akan jadi legenda musik jika tidak arogan. Band ini terkenal pameo-nya: Menolak penolakan. Vatikan, dengan hirarki gereja katolik-nya tak mungkin bertahan sebagai lembaga besar dan solid lebih dari 2000 tahun!

Jadi, dalam situasi tertentu perlu sikap arogan. Kenapa? Karena tidak mungkin kita menuruti keinginan semua orang. Untuk maju perlu fokus pada target, perlu tindakan tegas, kadang-kadan tanpa kompromi. Kebanyakan orang susah diatur, apalagi orang-orang pintar atau merasa pintar. Maka, sikap “arogan” menjadi elemen penting sebuah pencapaian.

Kecenderungan orang-orang adalah menekan pihak lain. Seringkali ide kita, walau bagus, ditolak karena sirik. “Gue tau, ide lu bagus, sayang ide bagus itu datang dari lu, bukan dari gue……!” Jangan lupa gejala alami, yang kuat cenderung menekan yang lemah. Akan jadi lain ceritanya jika kita kasih “perlawanan,” orang akan berpikir seribu kali berbuat seenaknya.

Saya pribadi juga pernah dianggap arogan, terlalu keras, hanya karena saya mencoba tegas dan melatih diri berkepribadian kuat (padahal saya orang lembut…kadang lembut bagai tepung, kadang lembut bagai tinja!).

Kritik ini mula-mula mengganggu saya, tapi setelah merenungkannya secara mendalam saya tidak mengubah sikap saya. Alasannya: saya bukan orang “yes man”. Saya biasa menerima masukan, tapi saya tidak biasa didikte. Sekali aja saya lemah, maka sayapun melempem. Tidak dinamis dan membosankan ( buntutnya menyebalkan!). Pribadi saya harus kuat jalani hidup yang berat. Supaya nggak serem saya juga humoris: jadilah saya yang lucu, menjengkelkan sekaligus dirindukan.

Tentu jangan samakan sikap tegas dengan kejam. Sama sekali beda. Walau cukup sulit bedakan tegas atau kejam, Karena arogan memang dekat dengan kesombongan. Bedanya tipis. Tapi kita punya akal budi yang mengontrol apakah kita kejam atau perlu tegas.

(Andre Suwarjo)