03 September 2015

Aku Kalian Anggap, Ga Sih?

Beberapa waktu lalu, dalam waktu yang berdekatan, saya dijadikan tempat curhat oleh 2 orang teman. Mereka datang dengan bongkahan-bongkahan rasa kesal dan gondok besar di leher yang untungnya tidak kasat mata. Setengah curhat, mata mereka berkaca-kaca menahan sedih, kecewa, kesal, marah. Campur-campur seperti sop buah maja. Pahit!

Inti curhatnya sama. Mereka merasa tidak dianggap alias disepelekan walaupun selama ini mereka banyak mengorbankan waktu, tenaga, perhatian (mungkin juga uang). Mereka juga merasa sudah dilecehkankan dan terluka oleh kata-kata orang-orang di komunitasnya. Semua berakibat kedua teman saya ini mutung alias ngambek dan mengambil langkah yang sama. Menjauhi komunitas yang telah melukai mereka.

Manusia memang sejatinya adalah makhluk sosial. Bahkan yang autis pun butuh perhatian dan berkomunikasi. Secara alami, setiap orang akan mencari orang lain atau suatu komunitas untuk bersosialisasi. Apalagi jaman sekarang. Dunia sosial di jagad maya sudah begitu riuh dan bisa menjembatani relasi antar manusia. Lewat dunia maya internet, manusia merasa makin terhubung satu sama lain, bisa selama 24 jam nonstop. Jangan heran (walaupun saya sendiri masih terheran-heran) jika melihat orang yang seakan ga bisa melepaskan pandangannya dari layar gadget. Tangannya pun selalu sibuk, bukan sibuk bekerja atau menggandeng tangan pacarnya, tapi sibuk ngetik gadget. Gadget pacarnya… he he he…

Dunia sosial yang dipenuhi oleh benang-benang relasi antar manusia bukan hanya (alat/sarana) penting bagi manusia (kita) tapi itu adalah kita sendiri (society). Sehingga penting dan perlu (bahkan harus) dijaga. Ketika benang itu dirusak atau putus maka akan berdampak pada kita/masyarakat, secara langsung ataupun tidak. Oleh karenanya kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat –apalagi di depan/ruang publik- (yang seringkali terlalu diagung-agungkan dan juga disalahgunakan), harus tetap memperhatikan etika. Karena walaupun kebebasan adalah hak pribadi, komunikasi bisa disampaikan dengan berbagai media, cara, dan diantar dengan niat baik namun targetnya adalah sama; kepada manusia (atau manusia-manusia) lain. Oleh karenanya, di atas itu semua, kemanusiaan dan martabat manusialah yang harus tetap dijunjung tinggi. Dengan berpegang pada prinsip itu, komunikasi, relasi, bisa tetap terjalin santun dan bermartabat. Karena hal itu yang membuat kita tetap menjadi manusia, yang diciptakan secitra dengan Dia.

Tidak ada komentar: