11 April 2011

ASEREJE VS DANGDUT

Masih ingat demam Asereje; lagu dan gerak seragam dari trio Las Ketchup asal Spanyol yang tidak hanya booming di Indonesia tapi juga dunia? Joget Asereje mendadak digoyang oleh jutaan orang tanpa pandang usia dan bulu! Asereje menjadi lagu wajib, goyangnya menjadi goyang wajib, sampai dibuat kontes Asereje di mana-mana. Pokoknya dibuat macam-macamlah.

Sebelum dan sesudah era Asereje, orang mengenal goyang atau tarian Flash Dance yang lentur seperti balerina sekaligus energik, Break Dance yang patah-patah, Macarena yang bergetar dan panas, Pulse yang sederhana, ataupun tari klasik-latin yang menjadi booming karena penyanyi Ricky Martin; Salsa. Seperti halnya goyang Asereje, semua tarian ini bisa dilakukan sendiri ataupun bersama-sama. Bedanya, Asereje tidak variatif. Goyang dan lagunya, ya, cuma itu-itu saja.

Di Indonesia sendiri sempat booming tarian yang asik sekali bila dilakukan massal, yaitu Sajojo dan Poco-Poco. Gerakannya walaupun sederhana dan cenderung monoton namun iringan musiknya yang nge-beat asik, sanggup memaksa kita bergoyang terus.

Sebenarnya ada satu lagi goyang atau tarian yang bila dipelihara atau dikelola dengan baik, bisa menjadi salah satu kekayaan seni bangsa. Bukan... Bukan Hip Hop yang sedang tren saat ini, tapi Goyang Dangdut! Haa!!

Musik dan goyang dangdut memiliki sejarah panjang di Indonesia. Sempat -tapi mungkin masih- dicap musik kampungan karena mayoritas penggemarnya masyarakat berekonomi rendah. Goyangnya juga itu-itu saja bahkan terkesan 'jorok' -tentu menurut ukuran orang Timur (= baca Indonesia). Goyang 2 jempol tangan, kadang sambil memutar-mutar lengan dan kaki bergerak maju mundur, tanpa disadari menjadi goyang massal abadi. Filosofinya sederhana; Yang penting goyang, yang penting senang!

Bang Haji Oma boleh ngotot bahwa dialah perintis dan pejuang musik dangdut hingga berwujud dan berada di level setinggi sekarang. Menurut saya, Musik Bang Haji mungkin sudah berjuang lama tapi Goyang Ngebor Inul, di saat yang tepat, ikut memberikan kontribusi yang luar biasa untuk mengangkat 'derajat' Dangdut. Terlepas dari kontroversi yang lahir dari goyangannya, Inul berhasil mendongkrak popularitas Dangdut hingga level 'kelas atas'. Penggemar dangdut meluas hingga golongan menengah ke atas bahkan ke mancanegara. Goyang Ngebor diadaptasi & menjadi inspirasi lahirnya Goyang Ngecor, Goyang Patah-Patah, Goyang Vibrator, dan goyang-goyang unik lainnya. Bukan tidak mungkin jika dalam waktu dekat ini ada yang mengklaim pencipta Goyang Gempa atau Goyang Tsunami!

Musikalitas Dangdut pun terdorong maju. Ragamnya tidak melulu Dangdut murni, Dangdut Pop, atau Dangdut campursari. Jangan heran kalau saat ini menjumpai Dangdut campur Jazz, Dangdut campur Rap, Dangdut campur R&B, Dangdut campur Metal, Dangdut campur Disko, dsb.
Lalu, siapa pemenang antara Asereje VS Dangdut? Ya, Dangdutlah. Bukankah, Dangdut is the music of my country...

Saya sendiri bukan penggemar Dangdut plus tidak pandai bergoyang. Mungkin itu sebabnya hanya satu goyang massal yang menjadi favorit saya; Senam Kesegaran Jasmani alias SKJ'88! ^_^



Andreas & Petrus

09 April 2011

ATAS NAMA ...

Atas nama bangsa Indonesia..... Soekarno...Hatta...
demikian penggalan terakhir dari isi Proklamasi yang dibacakan oleh Presiden Republik Indonesia I, Ir. Soekarno, 65 tahun 4 bulan 8 hari yang lalu.

Lengkap amat... Ga sekalian jam, menit dan detiknya, Oom?

Suka-suka guelah. Ini kan blog gue. He he he...

Terserah lu dah. Lanjut...

Jadi, karena desakan para pemuda pejuang kemerdekaan pada waktu itu yang memberanikan diri mengatasnamakan RAKYAT, mendesak Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta, menjadi pemimpin bangsa dan segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Lalu Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia, memproklamirkan kemerdekaan Indonesia kepada dunia...

Hmmm... Lalu...

Nah, pengatasnamaan RAKYAT di sini, baik oleh pemuda pejuang maupun oleh Soekarno & Hatta, menurut gue sangat bisa diterima karena saat itu seluruh rakyat Indonesia memang sedang dijajah dan sangat merindukan kemerdekaan. Tanpa diadakan survey pembuktian sekalipun, perjuangan hingga titik darah penghabisan telah menjadi tanda jelas. Sampai saat ini pula, tidak ada satu orang Indonesiapun yang menolak klaim Soekarno & Hatta.

Oke, itu sudah jelas buat gue. Sekarang yang belum jelas adalah in...ti...nya... Apa intinya?

Nah, demi mencapai nafsu dan ambisi kotor, ternyata label "Atas Nama..." seringkali dijadikan senjata yang terbukti ampuh. Ya, ampuh! Banyak tindakan ilegal kalau diberi label "Atas Nama..." ini, bisa menjadi legal. Haa!

Bagaimana mungkin?


"Atas Nama..." seringkali dijadikan topeng dan disalahgunakan untuk mencapai maksud-maksud kotor tadi.

Contohnya...?

Yang sudah-sudah saja dan bukan merupakan kebohongan tabu lagi yaitu jargon hebat partai politik dengan segala bentuknya termasuk metamorfosisnya menjadi fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat. Berteriak dari rakyat, untuk rakyat dan demi rakyat untuk menarik simpati. Sebagai kupu-kupu di gedung DPR, teriaknya lebih anggun dan hebat lagi, "Atas nama rakyat!", padahal....

Lebih memusingkan dinding yang sedikit retak dan buru-buru mengajukan proposal 'renovasi' gedung dengan anggaran trilyunan rupiah dibanding merenovasi atau membangun gedung-gedung sekolah yang sudah sangat tidak layak pakai...
tul... pemimpinnya meng-"atasnamakan" rakyat tapi kok kalau menyangkut urusan citra diri, urusan rakyat harus mengalah. Katanya "Atas nama rakyat" tapi ditegur rakyatnya kok malah membentengi diri bahkan lebih ngotot! Ada lagi yang memakai stempel tadi justru untuk mengeruk kekayaan rakyatnya demi kekayaan pribadi dan kroni-kroninya. Tinggal diberi label "Pembangunan Demi Kemakmuran Rakyat", maka semuanya, aman!

Wah, itu sih chasingnya saja yang "Atas nama rakyat", padahal isinya "Atas nama duit",
"Atas nama Golongan", "Atas nama Kekuasaan", "Atas nama Seks", "Atas nama Popularitas"...


Jiaahhh..."Atas nama Agama" bahkan "Atas nama Tuhan" saja legal dipakai untuk urusan membunuh! Dari jamannya perang salib sampai bom-boman lalu di negara kita. Perang vietnam, perang teluk, tragedi WTC 9/11 menjadi legalitas dari pengatasnamaan "Kebenaran dan Keadilan". Bukti bahwa stempel "Atas Nama..." menjadi jargon ampuh bahkan untuk melegalkan kejahatan.

Kirain "Atas nama Cinta" saja orang nekat membunuh dan dibunuh...

"Atas nama Cinta dan Sayang", seorang lelaki bisa membuat wanita rela melakukan apa saja, termasuk diperawani tanpa dinikahi, dimadu, bahkan merampok bank dan seorang ayah keji menghamili anak perempuannya.
"Atas nama Persaudaraan dan Persahabatan" banyak pelajar senior memukuli yuniornya ataupun melakukan tawuran.
"Atas nama Pendidikan", banyak orang & lembaga mensejahterakan dirinya sendiri.
"Atas nama Ketaatan dan Kemurnian" tidak sedikit pemuka agama melakukan pelecehan seksual kepada anak didiknya.
"Atas nama Dedikasi dan Tanggung Jawab", seorang Nurdin berlagak raja dan berkeras tidak mau turun tahta bahkan tetap 'rela memimpin' meski di dalam bui.

Topeng-topeng yang mengatasnamakan kebaikan.


Andreas & Petrus 

07 April 2011