22 Maret 2011

WADAH TUHAN

Hal apa yang disebut sebagai kesamaan dalam perbedaan agama? Jawabnya adalah kemanusiaan. Siapapun bebas menyangkal hal ini seiring dengan kebutuhan mendesak perlunya tindakan nyata mengatasi berbagai tragedi kemanusiaan dewasa ini.

Agama samawi itu berusaha “memanusiakan” manusia. Memulihkan harkat dan martabat hidup, meski kenyataannya tidak begitu. Sebagai lembaga agama masih diperlukan (Kalau kubilang nggak diperlukan lagi, nanti banyak orang akan marah… he he he he). Sebagai kekuatan moral inti agama adalah kemanusiaan. Kembalinya citra Allah. Itulah maksudnya.

Akankah tiba saatnya orang beragama tidak diukur berdasarkan acara ritual keagamaan, KTP dan ibadah semu sedalam kulit, tapi bertumpu sejauh mana ia (manusia itu) menampilkan citra sang penciptanya?

Tentu saja tak perlu bikin agama baru, karena dah kebanyakan… he he he he toh dunia dan kehidupan tak lebih baik. Tragedi akan terulang meski tak diharapkan..
Apakah akan muncul semangat baru memanusiakan manusia?

Kemunafikan begitu membosankan. Dunia menanti hadirnya orang-orang baik, bukan menunggu datangnya orang-orang beragama. Siapa rindu mencapai-masa-masa dimana kemanusiaan jadi spiritual baru semua agama tanpa kehilangan kesetiaan perorangan atau kelompok pada agama masing-masing? Siapa mau mengharapkan hal itu?

Adakah orang-orang yang jenuh dan kecewa karena Tuhan yang dikotak-kotakkan oleh manusia sejak dulu? Akankah kita bersatu memulihkan kemanusiaan ini? Tentu saja bukan sekedar membuat “kotak” baru wadah Tuhan….
Mungkinkah itu? Tanyakan pada Bob Dylan dan Ebiet G Ade

(Tulisan ini dibuat tahun 2002)

Andreas & Petrus

23 Februari 2011

I Know You So Well

Lebih enak mana, membuat orang lain untuk berjanji kepada kita lalu menagih janji orang tersebut atau membuat dan menepati janji kita sendiri? Kalau pertanyaannya lebih enak mana, bisa jadi lebih enak yang pertama, toh? Lebih enak menagih janji teman yang berulang tahun untuk mentraktir kita daripada kebalikannya atau menagih hadiah atas keberhasilan kita naik kelas daripada menepati janji untuk tidak curang dalam mendapatkan nilai baik.
Untuk membuat janji, mungkin bukanlah perkara sulit bagi kebanyakan orang. Orang bahkan bisa saja mengumbar janji tanpa keseriusan apalagi rencana untuk menepatinya. Jadilah dia dicap OmDo alias Omong Doang atau lebih serius lagi dan sedang tren sekarang, dicap Pembohong. Dicap OmDo saja bisa membuat telinga panas apalagi dicap Pembohong. Coba bayangkan, jika anda punya hutang lalu berjanji akan membayarnya minggu depan tapi ternyata, hingga bulan depan anda masih belum melunasi hutang anda. Nah, jika kemudian anda digelari 'Pembohong', kira-kira bagaimana perasaan anda? He he he...
Berbohong mungkin hanya jadi masalah kecil saat kita kanak-kanak. Kita berbohong pada orang lain bahwa mangga yang kita bawa adalah pemberian orang, faktanya, kita mencuri mangga tersebut. Ramai-ramai pula dengan teman-teman (jangan-jangan kebiasaan mencuri ramai-ramai seperti yang dilakukan banyak pejabat sekarang adalah buah dari mencuri kolektif di masa kecil. He he he). Mencuri, apapun itu atau kapanpun itu, dengan alasan apapun, jelas merupakan dosa. Apalagi jika diikuti dosa lain seperti berdusta untuk menutupi perbuatan mencuri tadi. Wah, itu sama saja menyelesaikan masalah dengan problem!
Kembali ke perihal janji, ada kalanya ingkar janji itu bisa dimaklumi. Ayah saya seorang pelupa. Jadi ketika ia kerap lupa akan janjinya, kami bisa memaklumi. Tapi ayah saya konsekwen. Ia akan segera membayar janjinya, kalau bisa saat itu juga, mumpung dia ingat. Nah, kalau ayah saya cuma membayar janjinya dengan janji lain kemudian ditambal dengan janji lainnya atau menjanjikan janji lainnya, wah... pasti beda ceritanya. Daripada memaklumi dan pusing menunggu janji-janjinya, lebih pasti saya memanggil ayah saya, 'ayah pembohong'. Begitulah, jangan sampai janji yang anda sebar hanya berbuah kebohongan. Itulah yang kerap terjadi di ranah politik (negara kita). White lies, black lies... sama saja. Janji-janji wakil rakyat saat ini, ahh... capek dengernya, coz i know you so well.....


Andreas & Petrus 

15 Januari 2011

GERNAS

Saya tergetar melihat berita televisi yang ketika itu menyorot banjirnya suporter Timnas sepakbola Indonesia di perebutan piala AFF yang lalu. Seluruh tiket pertandingan yang digelar di Gelora Bung Karno, ludes. Halaman luar stadion, penuh sesak. Tempat-tempat yang menggelar acara nonton bola bareng, riuh ramai. Penonton di rumahpun tak kalah antusiasnya. Mereka yang bukan penggemar sepakbolapun mendadak heboh. Dahsyat!
Tanpa direncanakan, ini menjadi gerakan nasional yang lahir dari kemurnian hati. Dahaga & dendam rindu yang terpuaskan oleh momen-momen seperti ini. Menggetarkan.
Terakhir kali saya melihat gerakan seperti ini adalah ketika kasus ibu Prita Mulyasari vs RS OMI Bintaro. Kasus Daud dan Goliath ini memicu simpati masyarakat sedemikian besarnya hingga melampaui logika. Bayangkan, koin rupiah yang biasa disepelekan bisa terkumpul dari berbagai pelosok negeri hingga milyaran rupiah.
Kesadaran bahwa kita semua memiliki sesuatu yang sama, kebanggaan menjadi bagian dari sesuatu yang penting, solidaritas, menjadi benang merah momen-momen ini. Bayangkan jika gerakan nasional ini lebih panjang jangka waktunya atau bahkan permanen.
Satu fakta lagi, gerakan nasional ini berawal dari akar rumput. Bukan karena akar rumput ini kuat dan mudah menyebar, tapi karena saat inilah, di negeri megah ini, hanya akar rumput yang masih memiliki hati. Maju terus Indonesiaku.

Andreas & Petrus