27 Juli 2010

Pecah Jiwa

Ini bukan tulisan soal ilmu jiwa yang rumit itu, Cuma sekedar pengamatan lingkungan dan pengalaman pribadi…termasuk tanda tanya dan juga rasa heran. Sering saya ketemu orang-orang yang disebut waras nggak bisa, disebut gila juga nggak bisa…

Beberapa di antara orang2 itu lumayan pintar, cerdas, berpendidikan, punya profesi dalam arti pekerjaan tetap…kadang2 mereka tiba2 blank… kacau dan berbuat aneh. Kalau sudah begitu mereka dipanggil “wong edan”… tadinya tenang mendadak ngamuk…. Ada juga karena sebab sepele jadi reaksinya berlebihan, tak masuk akal.
Karena pengetahuan saya di bidang psikologi minim (mungkin bahkan nol), jadi sulit memahami orang2 itu. Semua perbuatan abnormal itu biasanya bukan watak, bukan mentalitas. Intinya, mereka bagai dua kepribadian campur jadi satu… Apa itu namanya? Saya nggak ngerti… kusebut saja pecah jiwa, kalau belum parah ya namanya jiwa retak, belum pecah… he he he

Teman saya, cewek, cerita dia dingin sikapnya kalau ketemu pacarnya. Nggak romantis blas… nggak terangsang, apapun yang dilakukan pacarnya. Cewek ini ngaku sangat bergairah kalau melihat kuli-kuli sedang angkat barang sambil telanjang dada. Ketika keringat mengaliri tubuh kuli-kuli itu, maka si cewek horny seketika. Aneh.

Ada juga teman saya, cowok, kerjaannya ngomongin kejelekan pacarnya terus-menerus. Nggak pernah bosen, tak perduli yang dengerin bosen.
Minta saran bagaimana caranya mutusin sang pacar, tapi anehnya kalau sedang ketemu ceweknya langsung mesra dan sikapnya kayak hamba ketemu tuan. Tunduk bagai lelaki paling bego sedunia.

Teman lain kategorinya jaim. Suka kotbah, sok suci dan penggemar berat (terlalu berat) pada film porno. Kalau lagi pingin sex pikirannya mulai kacau, jadi wong edan. Ada juga teman yang suka ngomong sendiri terutama pas sendirian, tapi kalo diajak diskusi langsung nyambung dan terarah. Sembuh jadi normal. Masih banyak cerita teman2 yang aneh, kalau diceritakan semua terlalu panjang dan membosankan.

Saya bersyukur teman saya banyak sekali, mayoritas, tentu saja, sehat jiwanya… normal, nggak gila Walau banyak yang aneh, tapi lebih banyak yang biasa saja. Waras. Memang sulit memahami mereka yang aneh, tapi, nampaknya kewajiban saya yang utama bukan “memahami,” melainkan “menerima”

Yang jelas, sakit jiwa tak selalu gila. Mungkin cuma terganggu jiwanya. Gila juga beda dengan perbuatan gila. Gila juga tidak identik dengan kebodohan. Sejarah mencatat banyak orang jenius penuh kegilaan.

Sepanjang tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain atau merusak situasi dan lingkungan, biarkan saja orang2 gila itu. Welcome to the crazy world. 


Andreas & Petrus

06 Mei 2010

Transfer Janin


Berdasarkan kisah nyata.

Cerita ini mungkin kurang serem. Tapi yang jelas horror.

Tergantung imajinasi anda.

Percaya atau tidak, yang jelas, ini nyata dan ada terjadi…



>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, dan berdonasi di Karyakarsa.com/Jalahati<<< 
>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, dan berdonasi di Karyakarsa.com/Jalahati<<< 
>>>Jadilah pendukung Jalahati dengan membaca, membeli karya, dan berdonasi di Karyakarsa.com/Jalahati<<< 






30 April 2010

Crossing Over

Dalam sebuah acara kontes penyanyi idola di sebuah stasiun tv swasta, seorang juri mengomentari penampilan salah satu kontestan dan menyatakan kekagumannya pada keberanian si kontestan, dalam berimprovisasi dan mengambil resiko dengan membawakan sebuah lagu yang memiliki tingkat kesulitan teknik cukup tinggi. Meskipun lagu tersebut bukan jenis yang biasa si kontestan nyanyikan, tapi pada malam itu, ia memberanikan diri dan berhasil membawakannya dengan baik. Para juri salut. Si kontestan bangga. Penonton puas.

131 tahun yang lalu, di Jepara, Jawa Tengah, lahir seorang wanita pemberani yang mencoba keluar dari tradisi budaya masyarakatnya yang justru memenjarakan hak kaum perempuan. Menurutnya perempuan seharusnya merdeka dan memiliki hak yang setara dengan kaum lelaki, termasuk hak untuk belajar dan menuntut ilmu. Pemikiran, ide dan cita-citanya sangat maju dibanding perempuan lain di masanya, mampu menembus "penjara" yang mengungkungnya. Bahwasanya gugatan atas haknya sebagai perempuan merdeka menjadikan Raden Ajeng Kartini, pahlawan dan pelopor emansipasi wanita di Indonesia.

Saat Perang Dunia II berkecamuk, KGB (dinas intelejen Rusia), membunuh tak kurang 20.000 elite Politik Polandia sebagai langkah antisipasi bangkitnya Polandia, sehingga tetap berada di bawah Uni Soviet. Lalu Nazi dijadikan kambing hitam.

Beberapa waktu lalu Perdana Menteri Rusia Vladimir Vladimirovich Putin, mantan pejabat teras KGB, membuka kasus ini dan mengakui bahwa pembunuhan di Katyn, Rusia, dilakukan oleh KGB. Langkah berani Rusia tersebut, menjadi dasar proses politik bernama rekonsiliasi. Dari sinilah dibangun bentuk politik baru yaitu politik yang bersatu dengan moral. Politik Rekonsiliasi.
Tragedi yang baru terjadi, yaitu jatuhnya pesawat Tupolev di Smolens, Rusia, yang membawa Presiden Polandia, Lech Aleksander KaczyƄski dan rombongan dalam perjalanan meresmikan tugu peringatan pembantaian Katyn, membawa duka yang mendalam tidak hanya bagi Polandia & Rusia, tapi juga dunia. Namun duka itu pula yang melipatgandakan semangat politik rekonsiliasi yang sedang dibangun. Untuk lebih lengkapnya, silakan baca sebuah artikel menarik berjudul "Polandia Berduka, Polandia Bangkit" yang ditulis oleh Emmanuel Subangun untuk koran Kompas.

Saya coba menarik benang merah dari ketiga kisah di atas: suatu keberanian melintasi batas yang berbuah kemuliaan. Apa yang telah dibuat si kontestan idol, RA. Kartini, serta Polandia-Rusia, merupakan suatu contoh langkah kongkrit melintasi batas, crossing over, yang luar biasa. Butuh keberanian bahkan tekad namun juga kerendahan hati untuk melakukannya, yaitu membalik kemustahilan menjadi mungkin, bahkan... BISA. Melintasi batas ketakutan, ragu, rendah diri, kesombongan, kekuasaan, intimidasi, pandangan umum, budaya, agama, istitusi, politik, bahkan dosa masa lalu.

Tanpa melintasi batas, takkan ada maaf, pengampunan ataupun rekonsiliasi. Takkan ada bohlam listrik atau roket. Takkan ada Jerman bersatu. Takkan ada Sang Saka Merah Putih. Takkan ada kemajuan sejati. Hanya tanggung. Tanggung dalam memberantas korupsi, tanggung dalam memajukan dunia pendidikan, tanggung dalam menyejahterakan rakyat. Ya, hanya tanggung.

Untuk melintas batas, kita memang membutuhkan Tuhan. Tapi, kita "tidak butuh" Tuhan untuk berani dan rendah hati. Mengapa? Karena Tuhan sudah memberikan kedua hal itu (plus apapun yang kita butuhkan), sejak kita lahir. Tuhan sudah memberikan kuncinya. Kunci untuk survive. Kita tidak butuh Tuhan untuk memasukkan dan memutar kunci, karena Ia ingin kita sendiri yang melepas keberanian dan melakukan tugas itu. Dan setelah pintu terbuka, kita harus rendah hati dan membiarkan selanjutnya Tuhan yang bekerja menurut rencana-Nya.

Jika kamu belum berani melintasi batas, jangan berhenti dulu apalagi menyerah. Bermimpilah. Mimpikan sebuah keluarga idaman, atau jalan-jalan yang lengang dan aman. Negara yang bebas korupsi (walaupun mungkin tidak bebas prostitusi), atau suatu dunia yang damai tanpa perang dan kelaparan. Lalu genggamlah mimpimu dan beranikan dirimu. Mari melintasi batas. 




Andreas & Petrus